Cerita Cak Imin Bisa Dapat Gelar Panglima Santri
Muhaimin Iskandar atau Cak Imin berbagi cerita awal mula bagaimana ia mendapat gelar Panglima Santri.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Di hadapan para santri di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil, Bangkalan, Jawa Timur, calon wakil presiden (cawapres) 01 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin berbagi cerita awal mula bagaimana ia mendapat gelar Panglima Santri.
Semua bermula ketika lahir pertanyaan sederhana di kepala Cak Imin dan teman-temannya semasa berkuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tentang kenapa para ulama besar yang berpengaruh di Indonesia tidak pernah masuk sebagai bahan pelajaran sejarah di sekolah.
Baca juga: Curhat Cak Imin: Susah Cari Tempat Kampanye, Dihambat-hambat
Beranjak dari situ ia pun melakukan penelitian dengan menggali banyak dokumen dan arsip tentang tokoh-tokoh ulama seperti pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asy'ari, Abdul Wahab Hasbullah, hingga Syaichona Kholil.
“Kami menemukan banyak sekali dokumen-dokumen yang tersedia di arsip nasional, tetapi ditumpuk dan tidak menjadi bahan yang utuh, lalu kita kaji,” ujar Cak Imin, Rabu (31/1/2024) malam.
“Dan kita berkeyakinan akhirnya, berkesimpulan secara objektif bahwa beliau-beliau (tokoh-tokoh ulama) itu adalah yang memerdekakan dan berjuang mengusir penjajah,” ia menambahkan.
Cak Imin pun mulai bertekad supaya tak ada lagi sejarah yang ditutup-tutupi pascareformasi. Kemudian ia mulai merintis satu per satu pengakuan kepada para ulama-ulama yang menjadi bagian dalam proses kemerdekaan Indonesia ini.
Baca juga: Cak Imin Targetkan Raih Suara Minimal 55 Persen di Madura
Waktu terus berjalan hingga tiba masa pemilihan umum presiden (Pilpres) 2014. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala itu yang turut berkontestasi dan berpasangan dengan Jusuf Kalla, mendatangi Cak Imin untuk meminta dukungan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Cak Imin selaku ketua umum mengatakan bakal memberi dukungan asal ketika Jokowi terpilih menjadi presiden, maka harus mengakui tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
“Alhamdulillah begitu dilantik menjadi presiden langsung membuat peraturan presiden (perpres) yang memutuskan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional,” kata pria kelahiran Jombang, Jawa Timur ini.
Dampaknya, 50 ribu kyai dan santri berkumpul di Jember dan melakukan syukuran atas perpres itu. Cak Imin turut hadir dalam acara dan ia mengeklaim diangap oleh para kyai sebagai Panglima Santri.
Tawaran supaya gelar itu disematkan padanya ia terima tapi dengan satu syarat. Ia hendak mendapatkan pangkat panglima jauh di atas jumlah bintang panglima TNI. Cak Imin minta untuk diberikan sembilan sebagaimana jumlah yang tertera di atas logo NU.
“Waktu itu saya jawab bismillah, saya terima. Karena panglima TNI bintangnya empat, saya harus diatas panglima TNI, bintangnya sembilan, bintangnya Nahdlatul Ulama,” tuturnya.
Usai gelar itu disematkan padanya, Cak Imin termotivasi untuk menyusun Undang-Undang No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan terwujud.
“Akhirnya terwujud UU Pesantren, sebagai salah satu penguat dari hari santri nasional,” pungkas Cak Imin.