Pengamat Ingatkan Produk Pemilu 1997 Tak Punya Legitimasi Etik, Hasilnya Hanya Bertahan 8 Bulan
Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi mengingatkan bahwa Pemilu 1997 tak punya legitimasi etik.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi mengingatkan bahwa Pemilu 1997 tak punya legitimasi etik.
Hasilnya pemilu di masa Orde Baru itu hanya berjalan 8 bulan bersamaan dengan tumbangnya masa kepemimpinan Soeharto.
"Kekuasaan itu dia setidaknya punya tiga pilar yang menopang agar tetap diri. Pertama legitimasi politik, hukum dan etis," kata Jojo pada diskusi bertajuk putusan DKPP dan hancurnya integritas pemilu, Jakarta Selatan, Rabu (7/2/2024).
Ia menceritakan Pemilu Orde Baru tahun 1997 dianulir setahun kemudian karena Presiden Soeharto dilengserkan tahun 1998.
"Jadi umur Pemilu 1997 itu hanya 8 bulan. Dari Pemilu 1997 kemudian 1998 jatuh. Dan Pemilu 1997 itu dianulir sehingga kita mengadakan pemilu ulang tahun 1999. Itu pemilu pertama setelah reformasi," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Soeharto atau Orde Baru dulu punya legitimasi politik. Karena semua sumber kekuatan politik mengumpul di sana.
Baca juga: Pilpres Tinggal Sepekan Lagi, Ini 4 Survei yang Baru Dirilis, Bagaimana Peluang Anies dan Ganjar?
Lalu kata Jojo, Orde baru juga punya legitimasi hukum. Karena pemilu berlangsung sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku pada saat itu.
"Tetapi legitimasi etis tidak punya. Karena pemilunya berlangsung curang dan negara berlangsung masif praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)," katanya.
Ia menegaskan kalau di sebuah pemerintahan terjadi KKN, maka legitimasi etisnya mulai keropos.
Baca juga: Komunitas AMAN Resmi Dukung Pasangan Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024
"Jadi apa yang tidak dimiliki Orde Baru saat itu. Karena tidak punya legitimasi etis maka hanya mampu bertahan 8 bulan. Produk pemilu 1997 dan jatuh 1998," jelasnya.
Kemudian ia mempertanyakan jika pasangan Prabowo-Gibran yang selama ini dinilai melanggar etik menang Pemilu 2024. Berkaca pada Pemilu 1997, bisa bertahan berapa lama kepempimpinan Prabowo-Gibran nantinya.
"Kekhawatiran saya justru bukan pada saat pemilu ini. Tapi setelah pemilu itu apa yang terjadi apakah kita mau berdarah-darah lagi," kata Jojo.
"Jadi jangan pernah berpikir menang pemilu adalah akhir dari puncak pertarungan. Jangan salah, itu justru awal dari pertarungan," tutupnya.