Studi Kaukus Keswa: Pemilu 2024 Tingkatkan Risiko Kecemasan dan Depresi
Temuan prevalensi kecemasan dan depresi ini lebih tinggi dibanding data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Studi observasional terkait Kesehatan Jiwa dan Pemilu yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menemukan usai penyelenggaraan Pemilu 2024, diketahui prevalensi Kecemasan (anxiety) sedang-berat sebesar 16 persen dan depresi (depression) sebesar 17,1 persen.
Temuan prevalensi kecemasan dan depresi ini lebih tinggi dibanding data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022.
Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH mengatakan, data sebelum pemilu menunjukkan angka depresi sedang-berat 6 persen dan gangguan emosi termasuk ansietas sedang dan berat 9,8 persen.
"Jadi, terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaat setelah hari pencoblosan, yaitu antara 14 hingga 16 Februari 2024 dan Dan terlihat bahwa risiko nya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi Pemilu," kata Ray dalam paparannya, Rabu (28/2/2024).
Tim peneliti dan inisiator Kaukus yang terdiri dari Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, Prof. Dr. Tjhin Wiguna, dan Kristin Samah ini menjelaskan secaara metodologis survei ini memiliki tingkat keppercayaan sebesar 95% dan margin oof error 2%, sehingga bisa dikatakan kredibel dan mewakili kondisi di masyarakat Indonesia.
Dengan responden sebesar 1077, studi ini juga menemukan bahwa risiko yang muncul terkait proses dan partisipasi Pemilu 2024 meningkatkan potensi kecemasan (ansietas) sebesar 2 kali dan risiko depresi pun meningkat hingga 3 kali lipat.
Prof Nila F Moeloek yang merupakan inisiator kaukus, temuan ini menunjukkan bahwa perlu ada intervensi dan mitigasi khusus di masyarakat.
"Orientasi nya adalah mencegah supaya kecemasan dan depresi tidak memberat. Karena kita ketahui ansietas dan depresi ini adalah pintu masuk untuk gangguan jiwa serius bahkan bisa fatal, jadi dicegah,” ungkap Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini.
Baca juga: Konseling Bisa Jadi Alternatif Pemulihan Stres Pasca Pemilu
Lebih lanjut tim peneliti Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa merekomendasikan agar pemerintah dan segenap komponen masyarakat perlu menjadikan suasana komunitas untuk tidak berlarut-larut membahas aspek konflik dan perbedaan politik pascapemilu.
Sebaliknya perlu ada sudut pandang positif agar situasi pasca pemilu menjadi nyaman. Kaukus juga merekomendasikan penting adanya penguatan akses pelayanan kesehatan jiwa di tingkat komunitas dan layanan primer, termasuk membuka potensi konseling di puskesmas.
Survei hubungan kesehatan jiwa dengan Pemilu 2024 ini menggunakan metode observasional kuantitatif dengan design cross sectional melalui kuesioner online. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner GAD-7 dan PHQ-9 untuk mengukur status kesehatan jiwa.
Kuesioner dilengkapi dengan modifikasi peneliti untuk mengukur persepsi tentang Pemilu dan status demografi.
Selain menemukan tingkat depresi dan ansietas, studi ini juga menemukan bahwa pemilu 2024 berhubungan erat dengan munculnya konflik diri, konflik external dan tekanan pihak lain dalam membuat pilihan.
Aspek konflik dengan pihak lain terbutki berpotensi menimbulkan depresi sedang-berat pada 31,3 persen responden dengan tingkat risiko 2,5 kali lipat.
Baca juga: Pendukung Paslon 01 dan 03 Sampaikan Pernyataan Sikap Tolak Pemilu 2024
Sementara itu, 4 dari 10 responden mengaku mendapat tekanan ketika harus memilih calon tertentu akibatnya berisiko depresi sedang-berat hingga 3,3 kali lebih besar.
Studi juga menemukan, sebanyak 40% responden mengalami depresi sedang-berat akibat tekanan dalam memilih calon tertentu dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat sehingga temuan ini penting ditindaklanjuti dengan menggali akar dan sumber konflik yang lahri dari proses pemilu 2024.