Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dalami Kasus Dugaan Politik Uang Caleg, Bawaslu Jakarta Pusat Periksa Pelapor

Bawaslu Jakarta Pusat meminta keterangan anggota Forum Advokat dan Rakyat Peduli Pemilu Bersih, Helly Rohatta yang merupakan pelapor kasus itu.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Dalami Kasus Dugaan Politik Uang Caleg, Bawaslu Jakarta Pusat Periksa Pelapor
setkab.go.id
ILUSTRASI Pemilu 2024 - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jakarta Pusat mendalami kasus dugaan politik uang yang diduga dilakukan calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrat di DKI Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jakarta Pusat mendalami kasus dugaan politik uang yang diduga dilakukan calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrat di DKI Jakarta.

Pada Senin (4/3/2024), pihak Bawaslu Jakarta Pusat meminta keterangan anggota Forum Advokat dan Rakyat Peduli Pemilu Bersih, Helly Rohatta yang merupakan pelapor kasus itu.

Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Jakpus Christian Nelson Pangkey.

“Klarifikasi pelapor,” kata dia saat dikonfirmasi pada Senin, (4/3/2024)

Sebelumnya, Helly melaporkan dua caleg Partai Demokrat di DKI Jakarta terkait dugaan politik uang, yakni caleg DPR RI nomor urut 1 di dapil DKI Jakarta 2, Melani Leimena Suharli dan caleg DPRD DKI Jakarta nomor urut 1 di dapil DKI Jakarta 7, Ali Muhammad Johan.

Namun, Chrisitan menyampaikan, proses pemeriksaan Melani dan Ali yang merupakan terlapor dalam kasus ini tergantung hasil kajian berjenjang yang akan dilakukan oleh pihaknya.

“Tergantung hasil kajian berjenjang sesuai ketentuannya,” katanya.

Berita Rekomendasi

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu) RI saat ini tengah menjalankan proses ajudikasi atas dugaan politik uang dua calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrat.

Anggota Bawaslu RI Puadi membenarkan laporan dugaan politik uang dua caleg Partai Demokrat masuk ke jajarannya, sehingga saat tengah diusut oleh Bawaslu di wilayah tempat kejadian perkara.

"Benar, laporan ke Bawaslu RI, dilimpahkan sesuai locus delictinya," ujar Puadi saat dikonfirmasi, Senin (4/3/2024).

Adapun dua kedua orang itu adalah caleg DPR RI nomor urut 1 di daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta 2, yang berinisial MLS dan caleg DPRD DKI Jakarta nomor urut 1 di dapil DKI Jakarta 7, AMJ.

Puadi menjelaskan, politik uang masuk kategori pelanggaran pidana pemilihan umum. Sehingga, dalam penanganan kasusnya Bawaslu berkolaborasi dengan Polisi dan Kejaksaan.

"Karena dugaan politik uang, dan pintu masuknya laporan, (dan telah) memenuhi syarat formil-materil, jadi prosesnya klarifikasi dengan Sentra Gakkumdu," ujarnya.

Dugaan pelanggaran pidana pemilu Melani dan Johan hingga saat ini masih berproses, dan telah masuk tahap ajudikasi atau sidang pemeriksaan seluruh pihak berperkara.

Keduanya baka diperiksa Bawaslu RI sebagai pihak terlapor. Sebelumnya, Melani maupun Ali diperiksa oleh Bawaslu Kota Jakarta Selatan, karena tempat kejadian perkaranya ada di wilayah tersebut.

Pada Jumat, 1 Maret 2024 Bawaslu Jakarta Selatan telah memanggil dan meminta penjelasan Pelapor atas nama Helly Rohatta, atas laporan yang diregistrasi dengan nomor 001/Reg/LP/PL/Kota/12.03/II/2024.

Dalam laporannya tersebut, Helly mendalilkan dugaan pelanggaran pidana pemilu Melani dan Johan. Dimana, diduga terjadi pemberian uang pada masa tenang kampanye Pemilu Serentak 2024, tepatnya pada h-1 pencoblosan atau 13 Februari 2024.

Karena hal tersebut, dua Terlapor disangkakan melanggar Pasal 280 ayat (1) huruf j yang menyebutkan, "Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu".

Untuk sanksinya, termuat dalam Pasal 523 ayat 1 yang menyebutkan, "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas