Pakar Hukum Tata Negara: Hak Angket Bisa Putuskan Pemilu Diulang
Jika paslon nomor 02 didiskualifikasi berdasarkan keputusan DPR, keputusan itu harus dijalankan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Editor: Hasanudin Aco
“Kita bukan mau menjegal paslon tertentu, tetapi untuk mengoreksi presiden sebagai pemeang kekuasaan tetinggi di negeri ini, seakan-akan bisa saja presiden melakukan politik gentong babi, bagi-bagi bansos. Ini merusak demorasi, maka hak angket harus dilaksanakan untuk membuat terang TSM,” bebernya.
Dia mengingatkan jangan sampai budaya feodal dilestarikan, menganggap presiden seperti seorang raja dan dikultuskan serta bisa melakukan abuse of power yang pada akhirnya akan memunculkan otokratisme.
Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini mengatakan, otokratisme berlangsung pada masa pemerintahan Jokowi karena pemimpin tidak bisa dicek atau diawasi.
Padahal, demokrasi yang baik adalah adanya oposisi di dalam menjalankan pemerintahan.
“Hak angket bisa saja tidak sampai ke pengadilan tapi proses politik harus ada, kekuasaan itu harus bisa diawasi, ini poin penting dalam demokrasi,” tukasnya.
Bivitri menuturkan, presiden bisa dibawa ke persidangan bila diduga melakukan penyuapan, korupsi, dan perbuatan tercela, sehingga tidak ada impunitas.
Hak Angket Pasti Bergulir
Pada kesempatan itu, Bivitri yakin bahwa hak angket akan bergulir di DPR, karena syarat untuk menggulirkan tidak terlalu berat yakni diteken oleh 25 anggota DPR dari dua fraksi.
“Saya yakin terbentuk seperti tahun 2009, lakukan saja dulu gulirkan saja, masalah nanti di ujungnya tidak merekomendasikan sesuatu, ya tidak masalah. Biarkan itu berproses yang penting kita bangunkan DPR dari tidur yang kelamaan,” katanya.
Dia juga menyentil anggota DPR sudah cukup lama tidak memanfaatkan hak angket karena cenderung meloloskan apa yang diinginkan pemerintah di DPR seperti revisi UU KPK, UU Minerba hingga UU Cipta Kerja.
Tapi, Bivitri mengungkap kekhawatirannya atas dua parpol yakni Partai NasDem dan PKB. Dia melihat dua parpol ini masih goyang atau belum solid terkait usulan hak angket.
“Saya sejujurnya tidak yakin mereka konsisten, karena manuver untuk membuat koalisi pemerintahan yang baru sudah dilakukan. Tapi saya masih punya harapan sepanjang dorongan dari masyarakat sipil juga kuat dan benar-benar kita berikan beban sejarah kepada mereka. Ingatkan bahwa jika mereka tidak mendukung hak angket, ya mereka sudah teruji kebobrokannya, hanya menanti supaya dikasih kursi dalam pemerintahan yang baru,” pungkasnya.
Jika empat parpol solid mengusung hak angket, suara yang pro-angket akan mayoritas, terdiri atas PDI Perjuangan 128 kursi, Partai NasDem 59 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 52 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 58 kursi, sehingga total ada 292 kursi.
Sementara itu, di pihak pemerintah ada Partai Golkar 85 kursi, Partai Gerindra 78 kursi, Partai Amanat Nasional (PAN) 44 kursi, Partai Demokrat 54 kursi, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 261 kursi.
Penulis: Yls