Lonjakan Suara PSI Dinilai Tidak Wajar, Ray Rangkuti Minta Sirekap Dihentikan Total
Ray mendorong agar Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dikembangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu dihentikan total.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyebut lonjakan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Pemilu 2024 melonjak secara tidak wajar.
Ray mendorong agar Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dikembangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu dihentikan total.
Sirekap menimbulkan kekisruhan, sehingga disarankan KPU menayangkan hasil perhitungan suara secara manual untuk memudahkan para calon anggota legislatif (Caleg) memantau perolehan suara masing-masing melalui C Hasil.
Baca juga: Sama-Sama Salahkan Sirekap, KPU dan Bawaslu Bantah Suara PSI Menggelembung, Minta Tunggu Hasil Resmi
“Saya belum bisa pastikan kenaikan suara PSI sebagai penggelembungan, tapi ada lonjakan suara dalam situasi tidak wajar, apakah memang kenaikan ini berdasarkan hal yang wajar atau tidak wajar, ini masih perlu dicermati,” ujarnya di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Kenaikan jumlah perolehan suara PSI yang signifikan itu boleh jadi karena kesengajaan atau kesalahan teknis. Kalau jumlah suara meningkat karena kesengajaan, ujarnya, akan menjadi bahaya besar.
Sementara itu, jika persoalan teknis maka yang bermasalah adalah mesin Sirekap belum berjalan.
Baca juga: Lonjakan Suara PSI, Operasi Senyap, Rawan Kekacauan hingga Jokowi Kena Kritik
Soal perhitungan Sirekap yang kerap menimbulkan persoalan, menurut Ray, bisa saja dibawa dalam hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024 di DPR.
“Benar atau tidak abuse of power terjadi pada Pemilu 2024 termasuk pemilu legislatif,” katanya.
Selain mengusulkan pemberhentian total Sirekap, Ray berpendapat agar tidak terjadi kekacauan dan potensi kecurangan pada perhitungan berjenjang (Panitia Pemilihan Kecamatan/PPK), sebaiknya perhitungan suara di tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) langsung masuk ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Dia menilai sistem perhitungan berjenjang justru memperlambat perhitungan suara, dan berpotensi terjadi kecurangan. Oleh karena itu, tegasnya, tidak perlu ada PPK.
Diketahui, PSI mendapat 3 persen atau jumlah suara 2.291.882 saat pengumpulan data 540.231 dari 823236 (65,62%). Pada saat bersamaan, suara PPP 3.037.760 atau 3,97%.
Kenaikan dinilai tidak wajar, karena PSI memperoleh 19.000 suara dari 110 TPS dalam waktu dua jam, berarti rata-rata 173 suara per TPS.
Baca juga: PPP Bakal Bawa Anomali Kenaikan Suara PSI Lewat Hak Angket DPR, Jubir PSI: Salah Jalur
Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy menyebut bahwa jumlah suara per TPS hanya 300 suara, dan partisipasi pemilih rata-rata 75%, suara sah setiap TPS hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77% di 110 TPS.
Hal itu, menurutnya, tidak masuk akal. Dia pun meminta KPU dan Bawaslu tidak menutup mata atas penyimpangan itu.
“Mohon atensi KPU dan Bawaslu, operasi apa ini? Meminjam Bahasa Pak Jusuf Kalla, apakah ini operasi "sayang anak" lagi?” tulisnya.