Pengamat Anggap Hak Angket Pemilu 2024 Tak Bakal Berlanjut karena Jokowi Jadi Objek
Pengamat menilai hak angket terkait dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 bakal tak berlanjut lantaran Jokowi menjadi objek usulan.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Tiga fraksi partai yaitu PDIP, PPP, dan PKS telah menyerukan hak angket terkait dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 dalam rapat paripurna ke-13 pembukaan masa sidang IV 2023-2024 pada Selasa (5/3/2024).
Adapun usulan ini disampaikan oleh Luluk Nur Hamidah dari PKB, Aus Hidayat Nur dari PKS, dan Aria Bima dari PDIP.
Dalam pernyataannya, Luluk menyebut bahwa Pemilu 2024 dianggappnya sebagai pemilu terbrutal sejak era Reformasi.
Sehingga, menurutnya, perlu adanya hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
"DPR hendaklah menggunakan hak konstitusionalnya melalui hak angket sehingga melalui hak angket inilah, kita menemukan titik terang seterang-terangnya sekaligus juga mengakhiri desas-desus yang tidak perlu," tuturnya.
Senada, Hidayat Nur juga menganggap perlunya hak angket untuk membuktikan kecurigaan Pemilu 2024 yang sudah dianggap tidak jujur dan adil dalam pelaksanaannya.
Sementara, Aria Bima mendesak agar pimpinan DPR menyikapi usulan hak angket ini dengan bijak.
"Kami berharap pimpinan menyikapi hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi atau interpelasi atau angket, ataupun apapun supaya pemilu ke depan, kualitas pemilu ke depan, itu harus ada hak-hak yang dilakukan dengan koreksi," ujarnya.
Kendati demikian, pandangan berbeda disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin bahwa proses hak angket ini tidak bakal bertahan lama.
Lalu apa penyebabnya? Berikut analisa dari Ujang Komarudin.
Jokowi Jadi Objek Hak Angket, Tak Mau Dituduh Cawe-cawe
Baca juga: NasDem Ajak Seluruh Fraksi di DPR RI Termasuk Partai Koalisi 02 Usulkan Hak Angket Pemilu
Ujang mengatakan sebenarnya upaya hak angket semacam ini bakal menjadi hal berat yang bakal dilakukan DPR demi membuktikan ada atau tidaknya kecurangan dalam Pemilu 2024.
Tak ayal, dia menganggap langkah semacam ini bakal 'gembos' dalam prosesnya atau bahkan tidak berlanjut di level legislatif.
"Hak angket ini berat perjuangannya, melelahkan, akan layu sebelum berkembang, atau tergembosi dalam perjalanannya atau prosesnya," ujarnya.
Ujang pun menjelaskan penyebab beratnya proses hak angket ini lantaran objek yang disasar adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia menganggap salah satu landasan para anggota DPR mengajukan hak angket terkait dugaan cawe-cawe Jokowi dalam Pemilu 2024 meski belum ada pernyataan resmi dari para legislator tersebut.
"Dalam konteks itu, Jokowi tidak mau dituduh seperti itu. Karena sebagai Presiden, dia harus mempunyai legacy, pemilunya aman, berkeadilan, tidak ada kecurangan," ujarnya.
Ujang juga menganggap Jokowi bakal melakukan segala cara untuk menggembosi proses hak angket ini untuk melanggengkan warisannya dengan predikat presiden yang mampu menyelenggarakan Pemilu 2024 dengan baik.
"Soal penggembosan pasti ada. Ini (hak angket) kan jalur politik. Jalur politik kan pasti akan dibalas politik atau permainan politik pula," katanya.
Jalan Satu-satunya: Buktikan di Sidang Sengketa MK
Ujang pun menilai langkah terbaik bagi pihak-pihak yang menilai adanya kecurangan dalam Pemilu 2024 ini adalah dengan membuktikannya lewat sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti yang dikatakan Ujang sebelumnya, hal tersebut lantaran hak angket yang merupakan suatu langkah politik dinilai olehnya bakal digembosi oleh pemerintah lewat beberapa cara seperti mencari-cari kasus hukum yang menerpa salah satu kader partai politik.
"Ya itu kan perjuangan politik oleh kubu yang kalah lewat hak angket. Ya, tentu akan dibalas oleh kubu Jokowi. Akan digembosi, tidak akan jalan, karena kalau hak angket itu sampai terjadi, maka akan mendelegetimasi pemerintahan Jokowi," ujarnya.
"Maka jalan yang paling bagus adalah membuktikan kecurangan-kecurangan itu di Mahkamah Konstitusi," sambung Ujang.
Dia menganggap sidang sengketa di MK bakal menjadi upaya pembuktian kepada masyarakat terkait benar atau tidaknya adanya kecurangan dalam Pemilu 2024.
"Buka saja di Mahkamah Konstitusi. Kan sidangnya juga terbuka. Adu data, keluarkan jurus-jurus kecurangan yang ditemukan, buka ke publik, nanti juga terbuka," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pemilu 2024