Tak Libatkan Masyarakat dalam Perbaikan Data DPS, PPLN Kuala Lumpur Hanya Minta Masukan ke Parpol
Jaksa mengungkapkan, PPLN Kuala Lumpur hanya mengumumkan data DPS melalui media sosial Facebook. Sehingga, tidak didapatkannya masukan dari masyarakat
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Untuk diketahui, ketujuh terdakwa, yakni Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur (KL) dan enam anggotanya: Tita Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad.
Baca juga: Jadi Tahanan Kota, Tersangka PPLN Kuala Lumpur Disidang Pekan Depan
Mereka diduga telah memalsukan data dan daftar pemilih untuk wilayah Kuala Lumpur.
"Dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," kata Jaksa, saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Jaksa menjelaskan, hal itu berawal sejak tahap penyusunan daftar pemilih Kuala Lumpur, dimana para terdakwa menerima Data Penduduk Pontensional Pemilih (DP4) sebanyak 493.856 dari KPU RI. Adapun data tersebut menjadi dasar untuk dilakukannya pencocokan dan penelitian (coklit).
Hasil coklit yang dilaksanakan oleh Pantarlih, menunjukkan bahwa Daftar Pemilih di Kuala Lumpur itu hanya sebanyak 64.148 pemilih. Jumlah pemilih tercoklit tersebut sempat dikomplain beberapa perwakilan parpol, pada rapat penetapan DPS.
"Namun, PPLN KL memutuskan agar data DP4 yang belum tercoklit dijadikan Daftar Pemilih Sementara (DPS), kemudian dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS), kemudian ditambah dengan data pemilih tercoklit. Sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS, sebanyak 491.152 pemilih, yang mana hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdsarkan Data Hasil Coklit yang telah diverifikasi," ucap Jaksa.
"Bahwa akibat perbuatan para terdakwa yang memasukan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil coklit ke dalam daftar pemilihan sementara (DPS) menjadi daftar pemilihan sementara hasil perbaikan (DPSHS) dan kemudian ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap (DPT) serta memindahkan daftar pemilih metode TPS ke metode KSK dan POS. Dalam kondisi data dan alamat tidak jelas atau tidak lengkap sehingga mengakibatkan untuk metode pos surat suara yang dikirim sebesar 154.629 namun kembali ke pengirim sebanyak 81.253 suara," sambungnya.
Atas perbuatannya, para terdakwa tersebut terancam dijerat pidana dalam pasal 554 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.