Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ada Kapolda Jadi Saksi Gugatan Pemilu, Kapolres Nabire Pernah Lakukan Hal Sama di Pemilu 2014

Kapolres Nabire pernah menjadi saksi gugatan sengketa Pemilu 2014. Dia bersaksi terkait adanya suap saat pencoblosan.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
zoom-in Ada Kapolda Jadi Saksi Gugatan Pemilu, Kapolres Nabire Pernah Lakukan Hal Sama di Pemilu 2014
Grafis Tribunnews/Gilang Putranto
Ilustrasi Pemilu 2024. Kapolres Nabire pernah menjadi saksi gugatan sengketa Pemilu 2014. Dia bersaksi terkait adanya suap saat pencoblosan. 

"Kita mau dengan keterangan kepolisian untuk pendalaman keterangan saksi sebelumnya," kata Ketua MK saat itu, Hamdan Zoelva.

Dalam keterangannya, Tagor membenarkan adanya arahan dari Bupati Dogiyai, Papua saat itu, Thomas Tigi agar warga mengalihkan suara untuk pasangan capres-cawapres saat itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Adapun arahan itu disampaikan Tigi dengan iming-iming imbalan sejumlah uang.

Peristiwa berawal ketika pada 17 Juli 2014, Tigi datang memenuhi undangan warga di sebuah gedung di Dogiyai.

Lalu pada pukul 12.30 WIT di hari tersebut, Tigi mengarahkan kepada seluruh undangan dan warga soal belum dibayarkannya honor petugas KPPS.

Keterlambatan pembayaran honor itu pun memicu tersendatnya perhitungan suara di tingkat distrik ke kabupaten.

Tagor mengungkapkan, saat itu, warga marah mendengar arahan dari Tigi dan membuat mereka langsung meninggalkan lokasi pertemuan.

BERITA TERKAIT

"Warga berdiri dan menunjuk-nunjuk bupati. Tapi, penjelasan (Thomas) menggunakan bahasa daerah, jadi saya kurang paham," kata Tagor dalam sidang tersebut melalui telekonferensi.

Lalu, karena dikhawatirkan situasi tak terkendali, Tagor pun berkomunikasi dengan Ketua KPUD Kabupaten Dogiyai saat itu, Didimus Dogomo.

Baca juga: TKN Siap Hadapi Gugatan Sengketa Pilpres di MK, Tak Risau TPN Bawa Kapolda Jadi Saksi

Didimus, kata Tagor, mengungkapkan bahwa Tigi menjanjikan uang maupun honor akan dibayarkan jika warga memilih Prabowo-Hatta.

"Ketua KPUD (Didimus) bilang kepada penyelenggara pemilu dan warga, 'Kalau kalian mau uang, ambil di Bupati, tapi suara harus dialihkan kepada Prabowo.' Itu pernyataan Didimus," ujarnya.

Tagor mengatakan pernyataan Didimus itu pun semakin memicu kemarahan warga.

Akibatnya, penghitungan suara pun dilakukan di luar gedung dengan mengangkat meja yang sebelumnya berada di dalam gedung.

Di sisi lain, meski honor petugas KPPS belum dibayarkan, seluruh petugas pun tetap melakukan rekapitulasi.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas