Sidang Sengketa Pilpres 2024: Ganjar Bicara Pengkhianatan Reformasi, Mahfud Keselamatan Demokrasi
paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD selaku prinsipal menghadiri sidang perdanga sengketa Pemilihan Presiden 2024 di Gedung MK.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Hal tersebut, kata dia, sebagaimana tercantum dalam beberapa buku dan disertasi yang dipublikasikan secara internasional.
Apresiasi terhadap MK dalam keberaniannya membuat landmark decision, lanjut dia, juga muncul dalam berbagai makalah forum ilmiah, jurnal akademik, dan berbagai media massa.
Ia mengatakan salah satu kunci banjirnya apresiasi terhadap MK tersebut, adalah keberanian MK dalam membuat landmark decision yakni keputusan monumental dengan berani menembus masuk ke relung keadilan substantif sebagai sukma hukum dan bukan sekadar keadilan formal prosedural semata.
Ia mencontohkan, dalam hal pengujian undang-undang misalnya teori open legal policy lahir atau sekurang-kurangnya secara resmi digunakan pertama kali oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam hal pelaksanaan pemilu, lanjut dia, MK memperkenalkan pelanggaran TSM (terstruktur, masif, dan sistematis) yang kemudian diadopsi dalam tata hukum di Indonesia.
"Mahaguru Hukum Tata Negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK," kata dia.
Pandangan tersebut, kata dia, bukan pandangan lama, melainkan pandangan yang selalu baru yang justru terus berkembang sampai sekarang.
"Menjadikan MK hanya sekadar Mahkamah Kalkulator, menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui sekarang," kata dia.
Di berbagai negara, kata dia, judicial activism banyak dilakukan oleh Mahkamah konstitusi maupun Mahkamah Agung.
Beberapa negara, lanjut dia, membatalkan hasil pemilu yang dilaksanakan secara curang dan melanggar prosedur.
Negara tersebut, kata dia, Australia, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, dan Thailand serta beberapa negara.
Ia memahami tidak mudah bagi hakim untuk menyelesaikan perang batin dengan baik.
"Tetapi akhirnya kami berharap MK mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia. Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah," kata dia.
"Jika ini diibiarkan terjadi, berarti keberadaan kita menjadi mundur. Kami berharap agar majelis hakim MK dapat bekerja dengan independen, penuh martabat, dan penghromatan," sambung dia.
Bagi pihaknya, kata Mahfud, hal yang penting bukan siapa yang menang siapa yang kalah.
"Melainkan harus merupakan edukasi kepada bangsa ini untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dengan peradaban yang lebih maju, melalui antara lain berhukum dengan elemen dasar sukmanya yaitu keadilan substantif, moral dan etika," kata dia.