Yusril Tegaskan Diskualifikasi di Pilkada Tak Bisa Disamakan dengan Pilpres, Ungkap Potensi Chaos
Yusril tegaskan diskualifikasi calon di Pilkada tak bisa disamakan dengan Pilpres. Ungkap potensi chaos jika posisi presiden kosong pada 20 Oktober.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra menegaskan diskualifikasi calon dalam Pilkada tak bisa disamakan dengan Pilpres.
Hal tersebut diungkapkan Yusril untuk menanggapi tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sugito Atmo Prawiro yang mengambil contoh bahwa sebuah pasangan calon bisa-bisa saja diganti dalam pilkada.
Diketahui dalam perkara sengketa Pilpres 2024, baik kubu Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo, mereka sama-sama mendesak agar Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dalam Pilpres 2024.
Terlebih dari kubu Anies, yakni Sugito Atmo Prawiro yang menganalogikan diskualifikasi paslon di Pilkada sama-sama bisa dilakukan di Pilpres.
Dengan tegas Yusril pun membantah analogi Sugito tersebut, karena menurut Yusril, Pilkada dan Pilpres merupakan dua hal yang berbeda.
Yusril menjelaskan, Pilkada didasarkan pada undang-undang, sementara Pilpres terkait langsung dengan pengaturan konstitusi.
"Mengambil contoh diskualifikasi dalam pilkada dan mencoba menganalogikannya dengan pilpres adalah hal yang tidak pada tempatnya."
"Menyamakan hal yang tidak sama, tidak akan menjelaskan apa-apa. Pilkada itu didasarkan pada UU, sementara pilpres terkait langsung dengan pengaturan dalam konstitusi," kata Yusril dilansir Kompas.com, Minggu (21/4/2024).
Lebih lanjut Yusril menyebut, kepala daerah yang didiskualifikasi bisa digantikan sementara oleh Plt.
Namun berbeda dengan jabatan presiden, tak ada lembaga manapun yang berwenang untuk menunjuk penjabat presiden.
"Kepala daerah jika didiskualifikasi bisa ditunjuk plt sampai terpilih kepala daerah definitif."
Baca juga: Pakar Hukum Ragu MK Bakal Diskualifikasi Gibran, Paling Mentok PSU di Sejumlah Daerah
"Untuk presiden, tidak ada lembaga apapun, bahkan MPR yang berwenang menunjuk penjabat presiden atau memperpanjang masa jabatan presiden," terang Yusril.
Lebih lanjut Yusril menekankan bahwa hingga 20 Oktober mendatang sudah harus ada presiden dan wakil presiden baru yang dilantik.
Karena jika tidak maka akan terjadi kekosongan pemerintahan yang berujung pada potensi terjadinya 'chaos' atau kekacauan.