Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gugatan Sengketa Pilpres Kubu 01 dan 03 Ditolak MK, Din Syamsuddin: Innalillahi Wainailihi Rojiun

Din Syamsuddin mengungkapkan kekecewaanya dengan putusan MK saat menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2024)

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Gugatan Sengketa Pilpres Kubu 01 dan 03 Ditolak MK, Din Syamsuddin: Innalillahi Wainailihi Rojiun
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Tokoh GPKR, Din Syamsuddin saat menyampaikan orasi dalam aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh Gerakan Penegak Kedaulatan Rakyat (GPKR) sekaligus mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin turut menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2024).

Din yang turut menyampaikan orasi di hadapan ratusan peserta aksi itu mengaku sejak awal telah pesimis bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mengabulkan gugatan hasil Pilpres yang diajukan paslon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan paslon 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Adapun orasi Din Syamsuddin itu diutarakan sesaat sebelum adanya putusan MK yang menolak seluruh permohonan kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud.

"Saya dapat menyimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan dari tim Paslon 01 maupun Paslon 03. Ikuti saya, Innalillahi wainailihi rojiun," kata Din saat menyampaikan orasi di hadapan ratusan peserta unjuk rasa.

Terkait putusan MK pun dikatakan Din, bahwa sikap GPKR secara tegas menolaknya khususnya keputusam kategoris yang telah diputuskan para hakim.

Akan tetapi ia mengaku masih berharap agar terdapat mukjizat dalam sidang putusan di Mahkamah Konstitusi.

Berita Rekomendasi

"Saya kira masih berlangsung siapa tau ada mukjizat," pungkasnya.

Hakim Tolak Gugatan Sengketa Pilpres Kubu 01

Terkait hasil sidang putusan sengketa Pilpres, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak sengketa pilpres yang diajukan oleh pemohon I, yakni kubu paslon I Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Hal tersebut sebagaimana amar putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo (MK), di gedung MK, Jakarta.

"Dalam eksepsi, menolak eksepsi pemohon. Dalam pokok permohonan, Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Suhartoyo membacakan amar putusan, di ruang sidang pleno MK, pada Senin (22/4/2024).

Terdapat 3 hakim konstitusi yang dissenting opinion atau berbeda pendapat, di antaranya Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat

Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah menilai, dalil kubu Anies-Muhaimin soal dugaan adanya campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pencalonan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran, tidak beralasan menurut hukum.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Mahkamah terkait dalil kubu Anies-Muhaimin yang menyatakan KPU selaku pihak termohon diduga tidak netral dalam tahap verifikasi dan penetapan pencalonan Prabowo-Gibran.
"Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan ketidaknetralan termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, sehingga dijadikam dasar oleh pemohon agar Mahkamah membatalkan atau mendiskualifikasi pihak terkait sebagai peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024 adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim konstitusi.

Mahkamah menegaskan, putusan 90 tentang syarat usia capres-cawapres 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah tidak serta merta batal meski adanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) 2/MKMK/L/11/2023.
Adapun putusan MKMK tersebut menyatakan hakim konstitusi Anwar Usman melakukan pelanggaran berat etik terkait proses memutus perkara 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Setelah Putusan MK, Massa Akan Gelar Aksi Besar 20 Mei, Din Syamsuddin: Kita Kepung Istana

Selain itu, Mahkamah menilai tindakan KPU selaku Termohon dalam menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XX/2023 merupakan upaya Termohon dalam menerapkan dan mempertahankan prinsip jujur dan adil dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024

Sehingga, menurut Mahkamah, perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam keputusan KPU Nomor 1378 tahun 2023 dan PKPU 23 tahun 2023 dinilai telah sesuai dengan apa yang diperintahkan Putusan MK 90/2023. 

"Sehingga tidak terbukti adanya dugaan keterpihakan termohon terhadap pihak terkait dalam proses penetapan pasangan calon presiden tahun 2024," ucap hakim konstitusi.

Selain itu, Mahkamah juga menyatakan, Presiden Joko Widodo tidak melanggar hukum terkait dugaan politisasi penyaluran bantuan sosial (bansos).

Dalam pertimbangan hukum untuk putusan PHPU yang diajukan pemohon I Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar itu, Mahkamah berpendapat, tidak menemukan bukti mengenai adanya penyaluran bansos yang menguntungkan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabumingraka.

Hal tersebut merupakan pertimbangan Mahkamah berdasarkan pernyataan empat menteri yang sempat dipanggil MK untuk memberikan keterangan, beberapa waktu lalu. Di antaranya Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Mensos Tri Rismaharini.

"Setidaknya dari keterangan lisan empat menteri dalam persidangan, Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan bukti adanya maksud atau intensi dari Presiden terkait dengan penyaluran bansos yang dilakukan oleh Presiden dengan tujuan untuk menguntungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2," kata hakim konstitusi.

Atas alasan tersebut, Mahkamah tidak menilai tindakan Presiden Jokowi soal penyaluran bansos sebagai pelanggaran hukum.

Mahkamah mengaku, tidak menemukan hubungan sebab-akibat antara penyaluran bansos oleh pemerintah dengan dampaknya terhadap paslon Prabowo-Gibran.

Baca juga: Setelah Putusan MK, Massa Akan Gelar Aksi Besar 20 Mei, Din Syamsuddin: Kita Kepung Istana

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, tindakan Presiden belum dapat dikategorikan sebagai lelanggaran terhadap hukum positif. Terlebih, dalam persidangan, Mahkamah tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan adanya korelasi dan hubungan kausalitas antara penyaluran bansos dengan pilihan pemilih," jelas hakim konstitusi. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas