Dugaan Pencatutan NIK Dukung Dharma-Kun, Pakar Sebut Tak Ada Unsur Pidana, Hanya soal Administratif
Pakar menilai bahwa temuan dugaan pencatutan identitas warga Jakarta untuk dukungan ke Dharma-Kun merupakan ranah administratif.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
Penghentian penyelidikan ini setelah pihak kepolisian melakukan gelar perkara pada Senin (19/8/2024).
"Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara a quo," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Senin.
Ade Safri mengatakan laporan terkait itu telah diatur ke dalam pasal 185A Undang Undang RI nomor : 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 1 Tahun 2015 ttg Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang.
Adapun Pasal 185A berbunyi:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimumnya.
"Maka dalam penerapan penegakan hukumnya berlaku asas hukum 'Lex Consumen Derogat Legi Consumte', dimaknai perbuatan yang memenuhi unsur delik yang terdapat pada beberapa ketentuan hukum pidana khusus, maka yang digunakan adalah hukum pidana yang khusus yang faktanya lebih dominan sehingga mengabsorbsi ketentuan pidana yang lain," ucapnya.
Menurut Ade Safri, terkait laporan ini lebih tepat dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Setelahnya, laporan tersebut baru bisa ditindaklanjuti oleh polisi setelah mendapatkan rekomendasi.
"Terhadap ketentuan penanganan Tindak Pidana Pemilihan, maka satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan pelanggaran Pemilihan adalah Badan Pengawas Pemilu, sedangkan Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Badan Pengawas Pemilu," ucapnya.