Polisi Tembak Polisi, Ahli Psikologi Forensik Pertanyakan 7 Kali Tembakan Beruntun ke Tubuh Korban
Korban Bripka Rahmat Effendy mendapat luka tembak di dada, leher, paha dan perut, sehingga langsung meninggal di tempat.
Editor: Hasanudin Aco
Brigadir Rangga Tianto akan menjalani proses hukum yang tegas atas aksi brutalnya tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kakor Polairud Baharkam Polri Irjen Zulkarnain di rumah duka Bripka Rahmat Effendy di Permata Tapos Residences, Cimanggis, Kota Depok.
"Dengan sendirinya, sanksi selalu saya katakan ada tiga aturan yang dilanggar, pidana umum, menghilangkan nyawa orang lain," ujar Zulkarnain, Jumat (27/6/2019).
Zulkarnain mengatakan, Bripka Rangga Tianto akan menjalani proses disiplin terkait penggunaan senjata api di luar dinas atau indisipliner dan etika profesi menghilangkan nyawa orang.
"Itu tidak beretika, polisi diatur perundangan secara hukum," tambahnya.
Untuk pidana umum, Zulkarnain mengatakan menghilangkan nyawa orang lain pelaku bisa terancam hukuman seumur hidup.
"Bisa seumur hidup atau hukuman mati itu Pasal 338 KUHP, dan bila direncanakan Pasal 340 KUHP. Etika profesi diberhentikan tidak hormat atau dipecat," katanya.
Sang Ayah Tak Menyangka
Keluarga besar harus merelakan kepergian almarhum Bripka Rahmat Effendy.
Arsyad Muhammad Zailani (70) terpukul dan tak menyangka putranya itu menjadi korban pembunuhan.
"Merasa terpukul sekali, karena dia sehat. Sehari-hari biasa tapi dengan tiba-tiba kehilangan, seolah merasa kehilangan. Benar-benar kehilangan, terpukul lah," kata Arsyad di Tapos, Kota Depok, Jumat (26/7/2019).
Dia menyesalkan tindakan Brigadir Rangga.
Menurut dia seorang aparat tak seharusnya berbuat hal semacam itu karena lebih mengerti hukum dibanding warga sipil.
"Tahu hukum tapi keterlaluan. Padahal seorang polisi kan tahu hukum juga, kenapa berani berbuat seperti itu. Karena emosinya itu," ujar Arsyad.