Polda Metro Bantah Jajarannya Bekingi Mafia Tanah dalam Kasus Lahan di Kembangan
Polda Metro Jaya mengklarifikasi soal adanya dugaan bahwa penyidiknya dari Subdit 3 Resmob Ditreskrimum melakukan back up
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Polda Metro Jaya mengklarifikasi soal adanya dugaan bahwa penyidiknya dari Subdit 3 Resmob Ditreskrimum melakukan back up terhadap mafia tanah untuk lahan seluas 7.000 meter persegi di Kembangan Raya, Jakarta Barat.
Hal itu usai adanya pelaporan dari pihak atas nama Damiri H Sajim melalui ahli warisnya Charles Ingkiriwang dan kuasa hukumnya Febriansyah Hakim terhadap penyidik Subdit Resmob Ditreskrimum PMJ ke Divpropam Polri dan Kompolnas.
Damiri sendiri sudah meninggal sejak 12 Januari 2021 lalu.
Direskrimum Polda Metro Kombes Tubagus Ade Hidayat membantah jajarannya memback up mafia tanah dalam kasus ini.
"Jadi bukan back up, tapi tindak lanjut. Berhakkah orang menduduki? Lalu ditelusuri siapa berhak atas lahan tersebut," kata Ade di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/3/2021).
Adapun saat itu, laporan polisi tertanggal 16 November 2020 yakni Damiri diduga memasuki pekarangan orang lain, yakni milik PT. PFI.
Baca juga: Guru Besar Hukum: Pemenang Sengketa Tanah di Pengadilan Bukan Mafia Tanah
Damiri dilaporkan karena diduga melanggar Pasal 167 KUHP, Pasal 170 KUHP, Pasal 406 KUHP dan Pasal 335 KUHP.
Atas dasar itu, Damiri disebut ditetapkan tersangka tanpa pemeriksaan sebagai saksi dan dalam keadaan sakit hingga akhirnya diharuskan wajib lapor hingga meninggal dunia.
Namun, Ade pun membantah tudingan itu. Dia menyebut bahwa kasus ini telah dipraperadilankan di PN Jakarta Selatan oleh tersangka.
Baca juga: KPK Benarkan Tengah Usut Kasus Dugaan Korupsi Pembelian Tanah di DKI Terkait Program DP 0 Rupiah
"PMJ diadukan praperadilan dan permohonan ditutup. Artinya penetapan tersangka sudah diuji di praperadilan di PN Jaksel dan sudah ditolak permohonannya," tambahnya
Soal dalam keadaan sakit, Ade mengatakan bahwa yang bersangkutan saat itu tidak bisa diperiksa.
"Karena kalau sakit diartikan secara umum orang yang sakit menahun pasti ga bisa diriksa. Tapi ada uji kedokteran dan kesehatan. Layak yang bersangkutan (diperiksa)," pungkasnya.
Sementara untuk pemeriksaan dengan dokumen palsu, Ade mengatakan penyidikan dilakukan berdasarkan produk negara yang resmi.