Cerita Idrus Yana, Perantau yang Merasa Sepi di Hari Pertama Puasa
Menu berbuka Idrus dan Yana cukup varian. Ada lele goreng, ayam goreng, lengkap dengan lalapan dan sambal.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Idrus Yana (43), seorang pedagang siomay keliling, mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa dengan Tosa, pegawai di sebuah warung soto yang berbeda di Jalan Pendidikan I, Cijantung, Jakarta Timur, Selasa (13/4/2021) sore.
Bedug azan magrib berkumandang di kawasan Cijantung sekira pukul 18.08 WIB.
"Alhamdulillah," ucap keduanya seraya meneguk air mineral yang telah mereka siapkan.
Menu berbuka Idrus dan Yana cukup varian.
Ada lele goreng, ayam goreng, lengkap dengan lalapan dan sambal.
Seusai berbuka, perantau asal Majalengka itu menyempatkan untuk berbincang dengan awak Tribun Network.
Baca juga: Jadwal Imsakiyah Kota Ambon Rabu, 14 April 2021 dan Waktu Buka Puasa 2 Ramadhan 1442 H
Idrus menceritakan, telah merantau di Jakarta selama kurang lebih 20 tahun. Pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat tahun 1978 itu selama ini hidup seorang diri di Ibu Kota.
Dua anak dan istrinya tetap tinggal di Majalengka.
"Saya tinggal sendiri di Jakarta, anak istri di kampung. Anak dua, yang satu masih kecil yang satunya sudah kuliah. Merantau di sini sudah hampir 20 tahun," ujar Idrus.
Sehari-hari Idrus menjajakan siomay dengan berkeliling di sekitaran kelurahan Cijantung. Idrus biasanya berkeliling sejak pagi hingga malam hari.
Idrus mengungkapkan, dia merasa sepi menjalani awal bulan suci Ramadhan jauh dari anak-istri yang saat ini berada di Majalengka.
Dia juga mengaku akan merayakan Hari Raya Idul Fitri di Jakarta, alias tidak mudik lebaran.
"Awal Ramadhan engga bareng keluarga, lebaran engga bareng keluarga. Rasanya sih sebetulnya sedih. Sedih ada terus kangen anak-istri. Apalagi gimana sahur puasa pertama, harus sama keluarga. Sedangkan kita juga engga ngumpul. Sebetulnya pengin ngumpul, cuma karena keadaan ini," kata Idrus.
Keputusan Idrus tidak mudik ke Majalengka saat lebaran dilatari adanya aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menerbitkan regulasi larangan mudik Lebaran Idul Fitri 2021.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Idul Fitri 1442 H dan Upaya Pengendalian Covid-19 Selama Bulan Ramadhan. Aturan larangan mudik tersebut berlaku mulai 6-17 Mei 2021.
"Kalau saya mengikuti aturan pemerintah saja. Mungkin pemerintah lebih sayang sama masyarakatnya. Supaya tidak membawa penyakit atau engga menyebarkan Covid-19. Aturan itu untuk memutus mata rantai penyakit Covid-19 ini," jelas Idrus.
Rindu pada anak-istri di Majalengka memang dirasakan Idrus yang kini berada di Jakarta. Namun, kata dia, keputusan tidak mudik saat ini adalah keputusan yang tepat.
"Mungkin kita kangen, itu yang jadi bayangan semua orang merantau pasti kalau lebaran penginnya mudik. Tahun kemarin juga kebetulan ada larangan kan. Terus saya memutuskan engga mudik," tutur Idrus.
"Sekarang ini engga mudik lebih sayang, karena situasinya begini," imbuh Idrus.
Berencana Silaturahmi Lewat HP
Idrus mengatakan, biasanya dia pulang ke Majalengka dua bulan sekali. Namun akibat pandemi Covid-19, Idrus mengurungkan niatnya untuk pulang ke Majalengka beberapa waktu terakhir.
"Kalau pulang ke Majalengka sebetulnya ada dua bulan sekali, dua bulan dua kali, kadang-kadang engga pulang. Karena ini keadaannya begini saya engga pulang-pulang," ungkap Idrus.
Meski tidak akan pulang pada lebaran nanti, Idrus tidak berputus asa. Dia berencana menjalin tali silaturahmi dengan handai taulan di kampung melalui video call.
"Besok lebaran mungkin (silaturahmi) lewat hp dulu meskipun engga puas," tutur Idrus.
"Mungkin engga puas gitu, engga salaman, engga ngumpul. Namanya orang di perantauan sudah lama, pengin ngumpul suasana lebaran sama saudara, anak-istri, pasti kangen. Cuma kita ya, aturannya pemerintah begini ya kita ikuti saja. Untuk melindungi keluarga juga kita ini," jelas dia.
Kekecewaan, kata Idrus, tentunya ia rasakan. Momentum lebaran merupakan saat untuk saling memaafkan dan menjalin tali silaturahmi yang sangat berharga bagi Idrus.
"Kalau Idul Fitri itu saling memaafkan juga antara satu sama lain. Sama tetangga, saudara, kan ada kesalahan. Di hari Idul Fitri itu kita kembali ke fitrah, kembali suci, jadi kita saling memaafkan," ujar Idrus.
Namun demikian, lanjut dia, mematuhi peraturan yang diterbitkan pemerintah juga sebuah kewajiban. Utamanya dalam rangka menjaga keluarga di kampung agar terhindar dari bahaya virus Covid-19.
"Mungkin kekecewaan-kekecewaan itu pasti ada. Cuma keadaan dan aturan harus kita patuhi. Juga kan untuk menjaga keluarga dari Covid-19," pungkas Idrus.