Reza Indragiri Sebut Kasus 4 Bocah Tewas di Jagakarsa Sebagai Pembunuhan Berencana Terhadap Anak
Kasus tewasnya 4 anak di dalam kamar terkuci pada satu rumah kontrakan di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan menarik banyak perhatian.
Editor: Adi Suhendi
Selain itu, kata dia, jumlah polisi juga acap kali masih disebut-sebut sebagai kendala bagi kecepatan kerja polisi khususnya dalam menyikapi kasus KDRT.
"Situasi KDRT yang berat juga bisa membahayakan jiwa petugas polisi. Padahal, saya bertanya-tanya, seberapa jauh polisi kita sudah terlatih agar bisa menangani insiden KDRT secara aman," katanya.
Namun, untuk kasus di Jagakarsa, menurut Reza sudah bukan masuk sebagai tindak KDRT.
Tapi lebih pantas disebut kasus pembunuhan berencana terhadap anak.
Sehingga, kata dia, pelakunya bila dalam kondisi sadar harus dihukum berat.
"Sebutan kejadian ini sebagai KDRT sepertinya tidak lagi memadai. Ini tepat disebut pula sebagai kasus pembunuhan berencana terhadap anak. Kalau pelakunya waras, hukum mati," katanya.
Reza mengungkapkan hal tersebut bukan bermaksud untuk mendramatisasi.
Namun, pendapatnya tersebut berangkat dari kekhawatirannya tentang tanda-tanda suicide epidemic.
"Sebagaimana yang saya sering kemukakan belakangan ini, saya was-was kita sedang berhadapan dengan tanda-tanda suicide epidemic. Dalam kasus ini, pelaku sepertinya juga mencoba bunuh diri, tapi gagal. Apa pun itu, bunuh diri sudah menjadi aksi," ucapnya.
Dengan asumsi, kata dia, ini merupakan satu kasus yang menandai suicide epidemic dan bertalian dengan KDRT, maka tidak cukup lagi penyikapan kasus per kasus.
"Butuh program berskala luas untuk mengatasi KDRT dan bunuh diri," ujarnya.
Menurut dia, perlakuan punitive berupa pemenjaraan, tidak serta-merta sebagai solusi mujarab.
"Dalam kasus KDRT dua seleb belum lama ini, yang berujung penjara bagi suami, saya mengusulkan ada perlakuan selektif berupa wajib rehabilitasi bagi pelaku. Antara lain anger management, drug intoxification," katanya.