Berapa Kecepatan Gran Max Sebelum dan Seusai Tabrakan di Tol Japek km58? Begini Analisa Roy Suryo
Roy Suryo sebut hasil paling akurat nantinya adalah dgn menggunakan Hasil TAA (Traffic Accident Analysis) berbasis Laser-LIDAR milik Korlantas Polri
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen, juga selaku Penasehat sejumlah Klub Otomotif, Dr KRMT Roy Suryo menganalisa kecepatan Daihatsu Gran Max NoPol B-1635-BKT yang mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Tol Jakarta Cikampek km58 yang menewaskan pengemudi dan 11 penumpangnya.
Berdasarkan rekaman dash cam yang beredar, Daihatsu Gran Max mendadak melaju ke kanan dengan sangat cepat dmeski sayangnya rekaman yang beredar sedikit terpotong awalnya- saat terjadi benturan fatal dengan bus Primajasa masih bisa dianalisis seberapa cepat kejadian fatal tersebut.
Secara teknis jika counter rekaman dimulai saat benturan terjadi, tampak bus Primajasa NoPol B-7655-TGD sebenarnya sudah berusaha membuang kemudi kearah kiri bermaksud menghindar namun karena justru Daihatsu Gran Max yang bergerak ke kanan.
"Maka benturan langsung terjadi di bagian depan sebelah Kiri Bus pada Counter 00.00, satu detik kemudian pada Counter 00.01 tampak Minibus sudah dalam posisi (maaf) tergencet alias terhimpit badan bus dengan Pagar pembatas jalan Tol.
Baca juga: Soal Kecelakaan di Tol Japek, Gran Max Tak Terlihat Mengerem hingga Ngebut dan Muatan Berlebih
Kondisi inilah yg memang membuat fatalistik pada kecelakaan tersebut karena posisi bus dan minibus berada pada ruang yang sempit dan terbatas pagar Jalan Tol," kata Roy Suryo dalam keterangan tertulis, Rabu (10/4/2024).
"Di detik tersebutkan, saya berani simpulkan bahwa karena saking cepat dan kerasnya benturan, maka pada Counter ke 00.02 badan bus sempat terlihat beberapa kali "melompat" dan mulai timbul percikan api," katanya.
Bahkan pada Counter ke 00.03 alias hanya 3 dtk pasca benturan pertama, Bus Primajasa sudah meninggalkan Minibus Daihatsu GrandMax pada posisi terbakar dan tergeletak dipagar pembatas jalan Tol.
"Saat itulah juga terjadi tabrakan susulan antara Daihatsu Terios dengan Bus dan disusul Travel Isuzu Elf menabrak Terios, namun bisa lepas dari rangkaian kecelakaan utama," katanya.
Disini dapat diambil hipotesis sementara bahwa proses kecelakaan Fatal di Km 58 tsb hanya terjadi mulai counter 00.00 hingga 00.03, kemudian jika panjang Bus Primajasa ini -termasuk Bus Besar- adalah kurang lebih 12 meter sehingga proses tertabrak mulai dari awal hingga berakhir sudah dalam posisi minibus terbakar tidak sampai 3 detik saja dan posisi badan Minibus sudah melewati Panjang bus sejauh 12 meter.
"Seandainya durasi 3 detik ini dikonversikan kedalam hitungan per detik, maka dalam 1 detik, "kecepatan" tabrakannya saja masih 4 meter/detik," katanya.
Padahal sering kita mengkonversikan Berapa m/dtk kalau melihat posisi Speedometer kendaraan yakni misalnya melaju dgn 50 km/jam itu artinya berjalan sejauh 833m/menit atau sekitar 13.8m/detik.
"Kalau 100km/jam menjadi dua kali lipatnya, alias sekitar 27.7m/detik," katanya.
Namun, kata dia yang harus diingat ini adalah "kecepatan bebas kendaraan" dan bukan kecepatan kendaraan saat setelah tabrakan atau menghantam hambatan tertentu yg akan sangat mereduksi kecepatan laju kendaraan tersebut.
"Uji fatalistik dan waktu tabrak semacam ini biasanya jika dalam sebuah Manufaktur kendaraan disebut dengan "Impact-Test" yang bisa melihat seberapa fatal efeknya bilamana kendaraan mengalami benturan, namun biasanya yg dilihat adalah Besar kerusakannya dan bukan Waktu tabrak yang terjadi," katanya.