Curahan Hati Para Gadis Belia dari Nikah Dini hingga 'Berbagi Suami'
Sulawesi Barat cukup mengkhawatirkan dalam hal tingkat perkawinan usia anak-anak alias para pengantin cilik.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM - Desa-desa kecil yang tak terhitung jumlahnya memagari garis pantai Pulau Sulawesi.
Deretan rumah panggung berjajar di antara pantai-pantai indah dan hutan hijau yang membentang.
Namun, pemandangan indah ini sesungguhnya menyimpan krisis tersembunyi.
Sulawesi Barat cukup mengkhawatirkan dalam hal tingkat perkawinan usia anak-anak alias para pengantin cilik.
Provinsi ini memiliki prevalensi terbesar di Indonesia untuk anak perempuan yang menikah pada usia di bawah 15 tahun.
Masa kecil anak-anak perempuan hilang setiap harinya karena berbagai alasan, seperti budaya, agama, dan ekonomi.
Ayu, bukan nama sebenarnya, adalah salah satu di antara anak-anak perempuan tersebut.
Perempuan belasan tahun bersuara lembut ini tinggal di sebuah desa pertanian sepi, sebut saja Desa Amara.
"Ibu dan nenek saya keduanya menikah pada usia 14 tahun," katanya.
Tradisi keluarga berjalan terus. "Saya berusia 15 tahun ketika saya menikah dan suami saya, Ganes, yang berusia 23 tahun."
Ayu dan Ganes menikah di kantor urusan agama (KUA) setempat.
Ayu memalsukan usianya.
Pemalsuan seperti ini merupakan praktik biasa di desanya karena sebagian besar anak tidak memiliki akta kelahiran.
"Saya hanya mengatakan kepada mereka, saya berusia 18 tahun," katanya.