Skandal 'Papa Minta Heli' Bukti Tak Ada Lagi Nasionalisme
Heli buatan Italia itu dibeli dengan menggunakan uang rakyat di saat banyak rakyat yang jatuh miskin dan kelaparan
Editor: Hendra Gunawan
"Untuk memenuhi 10 unit lagi, demi kelancaran produksi dan percaya pada komitmen TNI AU saat itu , maka PT DI telah melakukan investasi dalam rangka persiapan pembuatan kesepuluh heli itu," katanya..
Tapi, kata TBH, sangat disesalkan kalau kemudian muncul ide merubah pembelian heli Super Puma produk PT DI menjadi AW 101 buatan Itali/ inggris.
"Di samping merugikan negara, dalam hal ini, PT DI, yang sudah berinvestasi banyak, juga telah melanggar UU no 16/2012 pasal 43 ayat 1, yang menyatakan bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan produksi dalam negeri," katanya.
Kebijakan mengganti Super Puma dengan AW 101, menurut TBH, sejatinya tidak sesimpel itu karena Agusta Itali harus menggandeng industri dalam negeri sesuai pasal 43 ayat 5: yaitu harus mengikut sertakan industri pertahanan dalam negeri, adanya kewajiban alih teknologi, adanya imbal dagang, mengikuti ketentuan kandungan lokal, dan aturan lainnya.
"Untuk ini semua, harus mendapat izin dari presiden karena presiden adalah ketua KKIP sesuai pasal 22 dalam UU tersebut," katanya.
"Siapa lagi yang mau menggunakan produk dalam negeri, kalau bangsa sendiri tidak mau menggunakannya . Dengan membeli dari Pt DI maka 30 % dari uang rakyat itu akan kembali ke negara , setidaknya dalam bentuk pembelian bahan baku lokal , dan 700 tehnisi anak bangsa bisa melanjutkan hidupnya dari perusahaan ini," kata TBH.
"Kami berharap, seandainya ada hal yang kurang beres baik dalam hal kemampuan teknis atau tata kelolanya , mari kita perbaiki bersama. Jangan kemudian, kita alihkan pembeliannya ke produk luar negeri. Majunya industri pertahanan ini membutuhkan komitmen bersama semua anak bangsa," katanya menyatakan rasa keprihatinan mendalam.
Pada kesempatan pertama, kata TBH, DPR akan menanyakan alasan mengapa program pembelian dari PT DI ini dibatalkan dan diganti dengan pesawat lain .
"DPR juga akan melakukan investigasi berapa harga sesungguhnya mengingat harga satu unit AW 101 seharga 55 juta USD itu diperkirakan sangat mahal," katanya.
DPR, kata TBH, juga akan menanyakan, apakah pemilihan AW 101 itu sudah seizin ketua KKIP, yang dalam hal ini dijabat oleh presiden.
"Perlu penjelasan terbuka agar rakyat tidak bingung," katanya. (Gde Moenanto)