DPR Sebut Penyidik KPK Boleh Berasal dari Institusi Manapun
Kepastian itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 45 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Apalagi Pasal itu tidak berdiri sendiri
Penulis: Edwin Firdaus
Menurutnya, ada harapan agar KPK menangani perkara tindak pidana korupsi secara efektif sebab lembaga yang ada pada saat itu seperti kepolisian dan kejaksaan, belum bisa maksimal menangani perkara tindak pidana korupsi.
"Sehingga alur (tafsir) futuristiknya, KPK harus bersifat independen. Termasuk dalam perekrutan penyelidik dan penyidik KPK sebenarnya tak boleh dari unsur kepolisian. Belum lagi, gugurnya 'independensi' KPK tatkala akan melakukan penyidikan dugaan perkara korupsi di institusi kepolisian jika penyidiknya dari kepolisian," kata John.
Meski demikian, kuasa hukum pemohon, Muhammad Rullyandi, menegaskan pihaknya tetap pada pendirian semula bahwa penyidik itu harus dari kepolisian.
"Kenapa harus kepolisian karena pada dasarnya KPK itu dibentuk untuk membantu lembaga kepolisian, jadi itu sangat fundamental," ujarnya.
Ruliyandi mengatakan penyidik independen yang ada di KPK sebenarnya merupakan hasil penafsiran yang bersifat subjektif dari KPK. Maksudnya ada upaya memperluas kewenangannya itu secara sepihak.
"Padahal lembaga itu didirikan karena membantu tugas kepolisian, makanya penyidiknya harus polisi, kan begitu. Itu juga dikatakan Pasal 39 UU KPK yang menjelaskan, penyidik diberhentikan sementara dari kepolisian. Karena sementara karena statusnya itu sebenarnya tetap sebagai polisi dan memperbantukan KPK. Sekarang kalau penyidik independen bertentangan dengan KUHAP," imbuhnya.