Hukuman Kebiri, Pasang Chip hingga Hukuman Mati bagi Pelaku Kejahatan Seksual Anak
Presiden Joko Widodo akhirnya meneken Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Dewi Agustina
"Narkoba lebih dari 40 orang mati dalam sehari. Banyak korban jiwa. Teroris satu atau dua (meninggal), lebih banyak narkoba," kata dia.
Zulkifli lebih setuju mengenakan hukuman maksimal terhadap pelaku kejahatan seksual ketimbang membuat aturan baru soal hukuman kebiri.
"Dengan hukuman berat saya kira lebih memberikan efek jera ketimbang kita bikin (peraturan) lagi," kata Zulkifli.
Tayangan TV Harus Diatur
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil memberikan beberapa catatan terhadap Perppu Kebiri yang disahkan Presiden Jokowi.
Pertama, Nasir Djamil memberikan apresiasi atas sikap responsif Presiden terhadap kondisi darurat kekerasan seksual, khususnya kepada anak.
Dalam konteks ini, maka penyempurnaan UU Perlindungan Anak dengan memberikan pemberatan ancaman hukuman pidana adalah tepat, baik itu pidana penjara, maupun pidana denda, serta ancaman hukuman mati jika korban anak sampai luka berat, menderita gangguan jiwa, terganggu atau hilang fungsi reproduksinya hingga meninggal dunia.
Kedua, Politikus PKS tersebut memberikan catatan terhadap jenis pidana tambahan berupa hukuman kebiri kimia yang ternyata tidak permanen yang dilakukan paling lama sesuai dengan pidana pokok yang dijatuhkan.
Akibat kebiri tidak permanen, maka akan menimbulkan pertanyaan bagaimana efek jeranya. Kalaupun permanen akan mengancam hak asasi dan kodrati manusia berkaitan dengan urusan biologis.
Karena itu, politikus asal Aceh ini mengatakan seharusnya tidak perlu diberi hukuman kebiri, tetapi langsung hukuman mati.
"Ini nanti akan terkait penerapannya yang harus proporsional dan terukur," kata Nasir.
Yang Ketiga Nasir Djamil mengkritisi tidak adanya pasal mengenai upaya pencegahan dan rehabilitasi kepada anak korban kekerasan seksual.
Padahal ini seharusnya menjadi bagian utuh dalam Perppu, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam program-program pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Satu hal yang juga perlu dicatat, kejahatan seksual ini tidak berdiri sendiri. Ada banyak variabel yang melatarbelakanginya.
Faktor lingkungan, pendidikan, gaya hidup, masalah rumah tangga, tontonan, media massa, dan sebagainya. Hukuman yang berat semestinya juga diikuti dengan langkah-langkah antisipasi yang memadai.
Pemerintah bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang dapat mereduksi kemungkinan para pelaku pedofil beraksi. Pemerintah juga misalnya harus berpikir bagaimana membuat tayangan-tayangan yang dikonsumsi masyarakat tidak justru mendorong perilaku-perilaku menyimpang.
Terakhir Nasir Djamil berharap para hakim yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak untuk memiliki frame yang sama akan darurat kekerasan seksual terhadap anak.
"Karenanya, para hakim diminta agar memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut," ujar Nasir Djamil. (nic/kps/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.