TPF Desak Jokowi Segera Umumkan Hasil Penyelidikan Kasus Munir
Karena SBY telah selesi masa jabatannya, tentu saja Presiden Jokowi yang harus segera mengumumkan hasil pencarian fakta pembunuhan Munir.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang gugatan kepada Presiden RI untuk mengumumkan kepada publik laporan hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir digelar di Komisi Informasi Pusat, Selasa (2/8/2016).
Pihak pemohon dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menghadirkan Sekretaris TPF Usman Hamid sebagai saksi.
Saat bersidang, Usman menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan hasil temuannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Usman menjelaskan, pihaknya lima kali menggelar pertemuan dengan Presiden SBY untuk menyampaikan perkembangan laporan investigasi yang dilakukan TPF.
Menurutnya, pertemuan dengan SBY pertama terjadi pada 3 Maret 2005, dan diakhiri pasa 24 Juni 2005. TPF saat itu juga menyerahkan hasil temuannya kepada Presiden SBY.
Para anggota TPF katanya, mengetahui hasil temuan-temuan fakta, namun tetap tak berhak untuk mengumumkannya.
Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta, pemerintahlah yang wajib memberitahukan hasil temuan kepada publik.
"Semua laporan kami berikan kepada SBY, namun kewenangan untuk memublikasikan tetap berdasarkan dari SBY," kata Usman di Kantor KIP, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Selasa (2/8/2016).
Usman menjelaskan, mengacu pada Keppres Nomor 111 Tahun 2004, adalah pemerintah dan kepala pemerintahan adalah presiden, siapa pun itu presidennya.
Karena SBY telah usai masa jabatannya dan dilanjutkan oleh Joko Widodo, tentu saja Jokowi yang harus segera mengumumkan hasil pencarian fakta pembunuhan Munir.
Sebelumnya, KontraS telah mendatangkan dan meminta penjelasan tentang hal ini kepada Kementerian Sekretariat Negara pada 1 Maret 2016 tetapi lembaga itu menyatakan, mereka tidak memiliki dan menguasai laporan hasil penyelidikan TPF Munir.
Bahkan, Kemensesneg lanjutnya dalam tanggapannya juga mengungkapkan bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan laporan hasil penyelidikan TPF tersebut.
Pernyataan itu kata Yati sangat sulit diterima sebab TPF Munir dibentuk secara resmi oleh presiden dan pelaksanaan kegiatan operasionalnya diurus oleh Kemensesneg.
Karena itu, lanjutnya, pernyataan tersebut menunjukan ketidakseriusan dan keengganan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus Munir.
Lebih lanjut Yati mengatakan pengumuman hasil laporan TPF Munir ini sangat penting bagi Suciwati, istri Munir dan juga masyarakat.
Ketidakseriusan pemerintah itu menurut Yati telah mencederai rasa keadilan dan harapan publik terkait penyelesaian kasus Munir.
Dalam petisi di Change.org sudah terkumpul 11 ribu lebih dukungan masyarakat yang mendesak pemerintah Indonesia membuka dokumen hasil penyelidikan TPF Munir dan penuntasan kasus ayah beranak dua itu.
"Desakan masyarakat sebetulnya cukup kuat pada pemerintah agar hasil TPF ini dibuka, agar kasus Munir ini diselesaikan," sebutnya.
"Jadi buat kami bukan hanya untuk kepentingan Kontras dan kepentingan mbak Suci tetapi ini kepentingan publik dan KIP adalah lembaga publik dan TPF hasil kerja publik sehingga menurut kami ini penting ini untuk segera dibuka. Tidak ada tujuan lain selain akses keadilan untuk publik, korban," katanya.