IPW Minta Hukum Mati Germo yang Jual Anak ke Lelaki Penyuka Sesama Jenis
IPW menilai Pemerintah perlu mencermati dengan maksimal agar penyakit seks sesama jenis ini tidak berkembang luas di masyarakat.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 99 anak di bawah umur yang dijual germo AR kepada penyuka sesama jenis (gay) bukanlah angka yang sedikit.
Ini menunjukkan bahwa AR adalah sindikat besar perdagangan anak untuk bisnis seks sesama jenis.
Untuk itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendorong Polri agar mengungkap sindikat besar perdagangan anak untuk penyuka sesama jenis.
"Polri perlu ungkap jaringan dan jangkauan bisnis seksnya sudah sampai wilayah mana. Konsumen dan anak-anak yang diperdagangkannya berasal dari mana," ujar Neta ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (31/8/2016).
Polri sendiri harus mengenakan pasal berlapis menjerat AR. Di antaranya, pasal perdagangan anak, ekspkoitasi seks anak di bawah umur dan lainnya.
Dengan begitu AR bisa dihukum seberat-beratnya. Bila perlu dijatuhi hukuman mati.
Sedangkan para konsumennya dikenakan hukuman kebiri.
"Polri harus memburu para konsumen seks sesama jenis yang sudah mengorbankan anak-anak di bawah umur tersebut," tegasnya.
Dengan demikian Polri bisa melihat secara utuh seberapa banyak pihak yang terlibat dalam bisnis seks sesama jenis ini.
Bahkan bisa membongkar seberapa banyak anak-anak yang tidak berdosa menjadi korban.
Untuk itu pula IPW menilai Pemerintah perlu mencermati dengan maksimal agar penyakit seks sesama jenis ini tidak berkembang luas di masyarakat.
Artinya, imbuhnya, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama harus terlibat dan bekerja keras untuk melokalisir penyakit seks sesama jenis ini.
Sebab kasus AR mengindikasikan betapa besarnya konsumen seks sesama jenis ini.
Sekaligus menunjukkan betapa berkembanya penyakit seks sesama jenis dan betapa banyaknya anak-anak di bawah umur yang dikorbankan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, korban dari AR, pelaku eksploitasi anak untuk penyuka sesama jenis mencapai 99 orang.
Saat awal penelusuran, hanya diketahui korbannya sebanyak delapan orang yang terdiri dari tujuh anak di bawah umur dan satu anak berusia 18 tahun.
"AR tidak hanya punya tujuh (korban), dari daftarnya ada 99 anak. Akan kami tangani secara berkelanjutan," ujar Agung, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Seluruh korban AR merupakan anak laki-laki yang hanya diperuntukkan bagi pengguna sesama jenis.
Agung mengatakan, kasus ini muncul saat tim Cyber Patrol melakukan penyisiran di media sosial untuk konten pornografi dan lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian, ditemukan akun AR yang ternyata isinya menjajakan anak berjenis kelamin laki-laki.
Hingga saat ini, polisi masih mencari tahu cara AR merekrut anak-anak tersebut.
"Kami masih lakukan pendalaman. Kita tahu bahwa untuk dapat merekrut anak-anak caranya tidak seperti yang lain, apalagi anak lelaki," kata Agung.
Ia memasang tarif Rp 1,2 juta untuk masing-masing anak. Sementara itu, AR hanya memberikan upah masing-masing Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu ke korban.
Polri juga bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk menangani kasus ini.
"Karena tidak hanya terkait masalah hukum, tapi terkait masalah pada anak agar bisa dikembalikan lingkungan, jadi lebih baik," kata Agung.