Bambang Widjojanto: Reklamasi Teluk Jakarta Abaikan Undang-Undang
Undang-undang yang diabaikan itu adalah Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai pembangunan 17 pulau buatan atau reklamasi di wilayah Teluk Jakarta mengabaikan undang-undang.
Undang-undang yang diabaikan itu adalah Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Bambang mengatakan Pemeritah Provinsi DKI Jakarta hanya berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara.
"Selama ini Perpres rujukannya. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tidak dipakai," kata Bambang saat diskusi bertajuk 'Kebijakan Reklamasi: Menilik Tujuan, Manfaat, dan Efeknya' di KPK, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Di dalam Pasal 34 UU Nomor 27 tahun 2007, menyebutkan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tujuannya adalah untuk meningkatkan manfaat dan atau nilai tambah ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.
Pelaksanannya juga harus melibatkan masyarakat sekitar dan tidak bisa hanya antara pemerintah dan pengembang saja.
"Di situ perlu diskusi dengan masyarakat nelayan. Tapi kenapa aturan itu tidak dipakai? Apakah ada kesengajaan atau kelalaian?" kata dia.
Jauh sebelum kasus reklamasi Jakarat berujung suap, KPK sejak tahun 2004 sudah melakukan diskusi mengenai reklamasi.
Isinya selain persoalan regulasi yang ternyata ada yang diabaikan, ada juga persoalan kacaunya tata kelola oleh pemerintahan.
"Di darat saja ada kekacauan dalam tata pengelolaan oleh pemerintahan, apalagi di laut. Asumsinya itu, ketika laut tidak hendak dipunggungi harus paham betul ada apa saja di laut. Di situ ada sosial dan 'save our sea'," beber Bambang.
Lainnya, reklamasi tidak hanya menyangkut reklamasi di pantai utara Jakarta. Kini ada 34 titik reklamasi di Indonesia.
KPK sudah melakukan kerja sama dengan 27 kementerian/lembaga negara mengenai 34 titik reklamasi itu.
"Ini juga bukan sekedar urusan Teluk Jakarta Utara dan Benoa (Bali) saja. Jadi ada cukup banyak yang harus diurusi dan dalam kajiannya KPK, di-sharing ke stakeholder," tukas Bambang.