Berdayakan Ibu Rumah Tangga, Begini Koperasi Sejahtera ala Max Andrew Ohandi
Sejumlah anak muda Indonesia menerapkan ide Graamen Bank dari Koperasi Bangladesh pada koperasi yang dinamakan Koperasi Sejahtera.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebuah koperasi di Bangladesh bernama Graamen Bank, telah berhasil mengentaskan kemiskinan di antara para perempuan miskin yang memiliki usaha rumahan.
Keberhasilannya mengentaskan kemiskinan membawa Graamen meraih The Nobel Peace Prize di tahun 2006 yang kemudian ditiru di lebih dari seratus negara.
Tak terkecuali juga di Indonesia. Sejumlah anak muda menerapkan ide Graamen pada koperasi yang dinamakan Koperasi Sejahtera.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Di sebuah rumah petak di Kampung Buaran, Jakarta Timur, belasan ibu-ibu berkumpul.
Di dalam bangunan seluas 4x5 meter itu, tak banyak perabot yang ada. Hanya tikar yang digelar sebagai alas duduk, serta sebuah kipas angin untuk menghalau gerah.
Rumah itu sudah belasan tahun jadi markas Koperasi Sejahtera yang anggotanya mayoritas ibu-ibu prasejahtera dan yang tengah memulai bisnis rumahan.
"Yuk buk kita mulai aja yuk. Kita mulai saja pertemuan Koperasi Sejahteranya. Sebelumnya kita baca doa sebelum janji koperasi ya," ucap Max kala memulai pertemuan.
Max Andrew Ohandi adalah pendiri koperasi. Ketika ditemui KBR, ia sedang menunggu kehadiran anggota koperasi yang rutin dilakukan.
Ia bercerita, Koperasi Sejahtera dimulai pada 2011 silam. Ide tersebut lahir dari gagasan Graamen Bank milik Muhammad Yunus, ekonom asal Bangladeh.
"Awal penggerak seorang mahasiswa ekonomi UI, Joni Tehrua. Diskusi-diskusinya mulai tahun 2010 dan baru berjalan 2011. Ia kumpulkan dana dari alumni ekonomi untuk bangun koperasi yang terinspirasi dari Graamen Bank Muhammad Yunus untuk menanam modal bagi ibu-ibu rumah tangga yang tidak mampu atau prasejahtera," ungkap Max.
Konsep Graamen Bank sebetulnya sederhana, bagaimana memberdayakan perempuan-perempuan prasejahtera untuk menggeliatkan ekonomi keluarga mereka.
Perempuan disasar karena dinilai lebih ulet dalam menjalankan usaha dan memprioritaskan keluarga juga pendidikan anak-anak mereka.
Ide ini pun meraih The Nobel Peace Prize pada 2006 dan telah ditiru di lebih dari seratus negara.
Berkaca pada gagasan itulah, Max dan teman-temannya lantas mengadopsi konsep serupa.
”Kenapa kita pilih ibu-ibu rumah tangga? Kita pilih, karena mereka lebih fokus dan lebih ulet dalam usaha mikro. Dan mereka juga lebih peduli dengan pendidikan anaknya, ketimbang suami kalau kita kasih modal,"ujar Max.
Kini total ada 220 perempuan yang bergabung menjadi nasabah. Mereka berasal dari daerah Kampung Sumur Duren Sawit, Malaka Asri Pondok Kopi, Kampung Jembatan Penggilingan Cakung, dan Teluk Naga Tanggerang.
Daerah-daerah itu menurut Max, secara demografi tergolong miskin, dimana pekerjaan warga setempat kebanyakan PRT, pedagang kelontong, hingga pemulung.
Tapi tak sembarang orang bisa menjadi nasabah. Kata Max, akan ada survey terlebih dahulu.
Koperasi Sejahtera juga tak sembarang meminjamkan uang. Ada syarat-syaratnya; semisal statusnya orangtua tunggal, sudah punya usaha yang siap dikembangkan, dan bersedia datang pertemuan rutin dengan sistem tanggung renteng.
Tapi tenang, di sini tak ada denda bagi mereka yang terlambat mengembalikan pinjaman.
"Jadi kita beda dengan bank keliling. Kalau bank keliling kan hanya memberi pinjaman pada ibu-ibu dan masa bodoh mau dipakai apa, kosmetik atau apa yang menjadi beban utang yang harus dibayar. Nah kalau kita dianjurkan dan diwajibkan nasabahnya ketika kita kasih uang untuk usaha,"ujar Max.
Hanya saja, jika pinjaman itu digunakan tak sesuai syarat yang ditetapkan, maka ada konsekuensi harus ditanggung; uang ditarik kembali. Pinjaman yang diajukan mulai dari 1 juga hingga 15 juta.
"Kalau mereka ketahuan tidak dipakai untuk usaha, jika ada salah satu anggota yang melaporkan, modalnya langsung kita tarik dan untung dibagi sesuai yang disepakati. Begitu juga yang melaporkan kita kasih hadiah karena kita selalu bilang sama mereka kalian ke depannya ada sistem tanggung renteng. Itu kalau ada satu yang tidak bayar, maka tiga orangnya lagi nalangi. Jadi harus solid,"papar Max.
Lalu bagaimana hasilnya? Salah seorang nasabah, Kartini, sedang menjalani usaha jamu gendong.Meski baru tiga bulan bergabung dengan Koperasi Sejahtera, ia berharap setahun ke depan, anaknya bisa membuka kios jamu.
Pasalnya, usaha tersebut sudah turun temurun di keluarganya.
"Saya Kartini, menjual jamu. Bergabung koperasi, uangnya ya untuk muter," imbuhnya.
Maryani juga demikan. Kini, ia menjual sayur dengan menggunakan pesan singkat (SMS). Dengan begitu pesanan akan langsung diantar ke rumah pelanggan. Cara ini menurutnya lebih menguntungkan.
Max Andrew pun punya harapan tahun ini nasabah Koperasi Sejahtera mencapai 500.
“Kita rencana naikkan nasabah tahun ini kita targetkan 260 nasabah untuk naik jadi ada sekitar 13 kelompok jadi kalau dari kemarin dengan penggabungan ini ada 500 orang memberdayakan ibu-ibu, ”ujar Max Andrew.
Ia yakin, konsep semacam ini cocok untuk Indonesia. Sebab bantuan yang diberikan kepada perempuan akan langsung terasa manfaatnya.
"Karena di Indonesia menurut saya membangun base keluarga. Jadi ketika membangun keluarga pelayanannya bisa holistik. Ibunya yang kita layani, tapi secara otomatis anak dan suami terlayani," tutup Max.
Penulis: Wydia Angga/ Sumber : Kantor Berita Radio (KBR)