Ada Dugaan Pencucian Uang di Kasus Manipulasi Impor Garam di PT Garam
Seharusnya impor itu kena biaya masuk sebesar 10 persen. Namun, persetujuan impor garam konsumsi ini tidak dilaksanakan oleh PT Garam.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, GRESIK – Terungkapnya penyalahgunaan garam impor menjadi garam konsumsi di Gresik, diduga melibatkan banyak kementerian. Pasalnya, untuk impor PT Garam (Persero) harus mendapatkan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto menjelaskan bahwa untuk impor garam, PT Garam harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian perdagangan dan harus mendapatkan dari KKP.
Hal itu terbukti dari transaksi yang dilakukan PT Garam, bahwa pada 13 Pebruari 2017, PT Garam mengajukan permohonan izin impor garam konsumsi kepada KKP sebanyak 226.000 Ton, untuk periode Januari - Juni 2017.
Surat pengajuan itu ditandangani R Ahmad Budiono selaku Dirut PT Garam.
Selanjutnya, pada 27 Februari 2017, KKP melalui Dirjen pengelolaan laut memberikan izin impor garam konsumsi untuk periode pertama sebanyak 75.000 ton garam. Dengan biaya masuk impor garam konsumsi sebesar 10 persen.
Kemudian, pada 24 Maret 2017, Ditjen perdagangan luar negeri memberi rekomendasi impor garam konsumsi kepada PT Garam dengan spesifikasi NaCL (Natrium Klorida) lebih dari 60 persen tapi kurang dari 97 persen, dengan HS 2501.0091.
Seharusnya impor itu kena biaya masuk sebesar 10 persen. Namun, persetujuan impor garam konsumsi ini tidak dilaksanakan oleh PT Garam.
“Kemudian PT Garam mengajukan perubahan impor garam industri menjadi garam konsumsi dengan spesifikasi NaCL di atas 97 persen,” kata Irjen Setyo Wasisto, Rabu (7/6/2017), saat di gudang PT Garam, Jl Kapten Darmo Sugondo, Kecamatan Kebomas, Gresik.
Hal yang aneh itu muncul ketika pada 12 April 2017, PT garam meminta dukungan dari KKP untuk bisa mengimpor garam konsumsi dengan spesifikasi NaCL diatas 97 persen.
Permintaan tersebut kemudian didukung oleh Direktur jasa keluatan KKP, dengan menerbitkan surat menyetujui impor garam konsumsi dengan spesifikasi NaCL di atas 97 persen. Dengan kode HS dapat disesuaikan dan direkomendasikan ke Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu), Kementerian Luar Negeri.
“Padahal sudah jelas, garam konsumsi harus spesifikasi NaCL kurang dari 97 persen. Namun ini, ada permintaan impor garam konsumsi dengan spesifikasi NaCL diatas 97 persen,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto.
Atas dasaar itu, Kemudian Dirjen Daglu, menerbitkan surat persetujuan impor tidak sesuai rekomendasi KKP, dengan spesifikasi NaCL diatas 97 persen atau kurang dari 99 persen dengan Kode HS 2501 0092.
“Ini bebas biaya masuk. Diduga perubahan garam konsumsi ke industri ini untuk menghindari pajak biaya masuk sebesar 10 persen. Total kerugian untuk biaya masuk itu Rp 3,5 miliar. Di sini diduga ada unsur korupsi dan pencucian uang,” imbuhnya.
Selain itu, Irjen Setya mengatakan bahwa harga impor garam konsumsi dengan garam industri memiliki selisih yang sangat jauh.
Harga garam industri antara Rp 800 sampai Rp 1.200 per kilogram. Sedangkan garam industri hanya Rp 400 per kilogram.
Reporter: Sugiyono