Kesaksian Nugroho Notosusanto, Penulis Film G30S/PKI yang Melihat Penembakan di Rumah Jenderal Yani
Pada sore hari tanggal 30 September 1965, saya mengemasi tas saya dalam salah satu rumah Kompleks Grha Wiyata Yuddha, Seskoad Bandung.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak banyak di antara penduduk kota Jakarta, kecuali mereka yang ikut dalam percobaan kup Gestapu/PKI, yang berada dalam keadaan bangun pada peralihan tanggal 30 September menjelang tanggal 1 Oktober 1965, tiga tahun yang lalu.
Karena sesuatu kebetulan, pada saat-saat yang mengguncangkan seluruh tanah air itu, saya dalam keadaan bangun dan sempat mendengar tembakan-tembakan yang mengenai almarhum Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani serta kemudian menyaksikan jejak yang masih segar daripada hasil perbuatan para pembunuh Adik Irma Suryani Nasution dan penculik-penculik Kapten Anumerta Pierre Tendean.
Seskoad, Bandung, 29 – 30 September 1965
Pada sore hari tanggal 30 September 1965, saya mengemasi tas saya dalam salah satu rumah Kompleks Grha Wiyata Yuddha, Seskoad Bandung.
Saya bersiap-siap untuk pulang ke Jakarta setelah memberi pelajaran selama dua hari.
Baca: Mengenal Aidit, Pria Asal Belitung yang Mengguncang Sejarah Dunia
Sehelai jadwa pelajaran terjatuh ke lantai lalu saya pungut. Sebelum memasukkannya ke dalam tas, sebentar pandangan saya melintasi tulisan yang termaktub pada kertas itu.
Nampak tertera pada jadwal itu:
Selasa, 28-9-1965
07.30 – 10.10 – Hukum militer Brigjen R. Sutoyo
10.40 – 13.20 – Hukum militer Brigjen R. Sutoyo
Rabu, 29-9-1965
07.30 – 10.10 – Hukum militer Brigjen R. Sutoyo
10.40 – 13.20 – Hukum militer Brigjen R. Sutoyo
19.00 – 21.00 – Sejarah pergerakan nasional Drs. Nugroho
Kamis, 30-9-1965
07.30 – 10.10 – Sejarah pergerakan nasional Drs. Nugroho
10.40 – 13.20 – Sejarah pergerakan nasional Drs. Nugroho
19.00 – 21.00 – Pengamanan pemimpin besar revolusi Brigjen M. Sabur
Giliran saya mengajar dalam jadwal Seskoad itu berada di antara giliran almarhum Pahlawan Revolusi Jendral Sutoyo Siswomiharjo, dan (secara ironis) giliran Brigjen M. Sabur.
Pada hari Rabu itu saya tidak bertemu dengan Pak Sutoyo setelah beliau memberikan pelajarannya yang terakhir. Juga dengan Brigjen Sabur saya tidak bertemu, karena sebelum senja tiba saya telah berangkat kembali ke Jakarta.
Di sekitar jam 16.00 saya berangkat dengan kendaraan dinas S.A.B. sebuah jeep Toyota. Karena agak sakit, saya minta bantuan adik ipar untuk menyetirkan kendaraan itu untuk saya, karena sopir tidak ada.