Panglima TNI Seharusnya Memberikan Contoh dan Sikap yang Konstruktif
Al Araf menilai pernyataan Gatot Nurmantyo tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Imparsial Al Araf menilai pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait upaya pembelian 5.000 senjata api oleh institusi nonmiliter berpotensi menimbulkan konflik antarinstitusi negara.
Dalam rekaman suara Panglima TNI di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI, Gatot juga bicara soal larangan bagi kepolisian untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.
Karena itu, Panglima TNI pun diharapkan memberikan contoh baik dalam membangun sinergi antara TNI dengan Polri.
"Panglima TNI seharusnya bisa memberikan contoh dan sikap yang konstruktif dalam membangun sinergitas TNI-Polri," ujar Al Araf saat menggelar konferensi pers di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).
Selain itu, lanjut Al Araf, pernyataan Gatot juga menunjukkan adanya kesalahan pandangan dari Panglima TNI atas definisi ancaman nasional.
Menurut dia, pengerahan kekuatan seharusnya ditujukan untuk menghadapi ancaman bagi negara. Dalam konteks ini, institusi kepolisian tidak bisa dikategorikan obyek ancaman keamanan negara yang harus diserang oleh TNI.
"Kalaupun terdapat persoalan yang melibatkan sebuah institusi negara, upaya penyelesaiannya seharusnya dilakukan bukan dengan cara-cara koersif seperti melakukan aksi penyerbuan, melainkan melalui kelembagaan politik demokratik dan hukum," tuturnya.
Di sisi lain, Al Araf menilai pernyataan Gatot Nurmantyo tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
UU TNI menyebutkan bahwa TNI adalah alat pertahanan negara yang bertugas menjalankan kebijakan pertahanan negara. Dengan demikian, otoritas pengerahan kekuatan militer hanya bisa dilakukan oleh presiden.
"Dalam negara demokrasi, pengerahan kekuatan militer hanya di presiden," ucap Al Araf.
"Pernyataan Panglima TNI terkait ancaman penyerbuan kepada kepolisian jika polisi membeli senjata penembak tank (anti-tank) adalah pernyataan yang keliru, tidak tepat dan berlebihan serta menyalahi UU TNI," kata dia.
Sebelumnya, beredar rekaman suara Panglima TNI di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).
Dalam rekaman itu, Panglima TNI menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata. "Data-data kami, intelijen kami akurat," ucapnya.
Panglima TNI juga bicara soal larangan bagi kepolisian untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.