Jaksa Agung: Tuntutan 2 Tahun Penjara untuk Buni Yani Supaya Seimbang dengan Ahok
Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan alasan jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan pidana dua tahun penjara untuk Buni Yani.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan alasan jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan pidana dua tahun penjara untuk Buni Yani.
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Buni Yani dituntut dua tahun pidana dengan perintah penahanan.
Menurut Prasetyo hal itu melihat vonis atas kasus penistaan agama atas terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Untuk kasus Buni Yani ini JPU telah mengajukan tuntutan pidana selama dua tahun penjara dan segera masuk. Kenapa demikian, untuk keseimbangan," kata Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Baca: Buni Yani Dituntut 2 Tahun Penjara
Prasetyo menjelaskan, Kejaksaan menggunakan teori adequat untuk membuat tuntutan terhadap Buni.
Teori itu menyebut sebuah kejadian tidak akan terjadi jika tidak ada kejadian sebelumnya.
"Karena kita mengacu pada asas adequat teori. Teori sebab akibat, bahwa kasus yang satu tidak akan terjadi jika tidak ada kasus yang lainnya," katanya.
Menurutnya, kasus dugaan pidana yang dilakukan oleh Buni telah menyebabkan pidana lain, yakni kasus penistaan yang dilakukan Ahok.
Maksudnya, Buni dianggap harus mendapat hukuman yang sama dengan apa yang dilakukan Ahok.
Dalam kasus penistaan agama, Ahok divonis dua tahun penjara dan diperintahkan ditahan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (9/5/2017).
Majelis hakim menilai mantan Gubernur DKI Jakarta ini terbukti bersalah melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
"Kerena bagaimanapun kasus ini tidak dapat dilepaskan dengan kasus lain sebelumnya. Ketika terdakwa kasus yang sebelumnya diputus oleh hakim dengan dua tahun dan segera masuk itu pula yang menjadi pertimbangan jaksa bahwa harus ada keseimbangan," kata Prasetyo.
Dalam ulasannya, JPU menyebut Buni Yani menghilangkan kata 'pakai' dan penambahan beberapa kata pada caption-nya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.