Menteri Perindustrian RI Buka Diskusi Panel Soal Royalti Para Seniman Musik
Diskusi Panel menyoal fungsi-fungsi dari Lembaga manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif nasional (LMKn)
Penulis: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diskusi Panel menyoal fungsi-fungsi dari Lembaga manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif nasional (LMKn) sesuai amanat UU Hak Cipta No.28 Th.2014, sukses digelar. Acara dibuka oleh Menteri Perindustrian Ir. Airlangga Hartarto, Kamis (22/2/2018) di Aula Gedung Pertemuan DPP Partai Golkar, Jl Anggrek Neli, Tomang, Jakarta Barat dan dihadiri oleh ratusan peserta, baik dari kalangan musisi maupun dari berbagai Institusi terkait.
Dalam sambutannya Airlangga Hartarto yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar tersebut menekankan perlunya memperkuat implementasi UU No. 28 Tahun 2014 tentang hak cipta di Indonesia.
Karena tujuan dari UU ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada hak-hak mereka yang telah menghasilkan karya yang berasal dari pengungkapan ekspresi.
Maka hak cipta sendiri merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan.
Hak-hak yang utama untuk diberikan perlindungan adalah hak ekonomi, dimana nantinya Pencipta bisa memperoleh hasilnya dalam bentuk royalti.
Dalam UU Hak Cipta yang baru, Royalti dapat dikoordinasikan lewat Lembaga Manajeman Kolektif (LMK), di mana fungsi utama dari lembaga ini adalah menjadi penghubung antara pencipta dengan para pihak yang menggunakan ciptaan, yang sejalan dengan tugas dan fungsi nya sebagai pengelola hak ekonomi dari pencipta.
Saat ini, beberapa LMK yang telah mendapat SK dari Kementerian Hukum dan HAM RI berjumlah enam LMK yang terbagi dalam dua kelompok. Yaitu LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait. LMK Hak Cipta mencakup LMK Karya Cipta Indonesia (KCI), LMK Wahana Musik Indonesia (WAMI), dan LMK Royalti Anugrah Indonesia (RAI). Sedangkan LMK Hak Terkait mencakup LMK PAPPRI, LMK Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), dan LMK Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI).
LMK-LMK ini secara total telah menyalurkan milyaran rupiah royalti kepada para anggotanya.
Dengan adanya itu nantinya diharapkan para pencipta bisa memperoleh hak ekonominya, sehingga meningkatkan kesejahteraannya. Dan dapat terus berkarya dan mencipta untuk membangun industri kreatif demi memperkuat perekonomian nasional.
Dalam Kesempatan yang sama Airlangga Hartato mencatat, tantangan yang dihadapi LMK saat ini justru berasal dari perkembangan teknologi. Dimana layanan streaming musik seperti Spotify dan Apple Musik, layanan video streaming seperti Youtube, dan layanan film streaming seperti Netflix, Hooq, dan Iflix memungkinkan untuk para pencipta individu menerbitkan karyanya dan menerima royalti dari layanan tersebut.
Dalam acara yang diprakarsai oleh DPP Partai Golkar tesebut sangat diminati oleh para peserta, baik dari kalangan musisi, penyanyi, maupun institusi terkait. Hal itu dibuktikan dengan membludaknya peserta, hingga tak kebagian tempat duduk. Hal ini membuktikan bahwa diskusi semacam ini menjadi sesuatu yang menarik untuk diikuti bagi mereka.
Tampil sebagai panelis dalam acara tersebut adalah: Dwikki Dharmawan (Ketua LMK Pappri), Glen Fredly (Pelaku musik), Johny Maukar (Sekjen PAPPRI), Enteng Tanamal (Pejuang hak Cipta bidang musik), Prof. Agus Sardjono akademisi dari Univesitas Indonesia yang merupakan Pakar hukum Hak cipta , Ari Juliano (Bekraf), James F. Sundah (LMKn) dan Dharma Oratmangun (Ketua Bidang Penggalangan Seniman, Budayawan dan Ormas-Ormas DPP Golkar).
Dalam kesempatan tersebut Ari Juliano mengungkapkan pentingnya senergi pihak terkait dalam menunaikan hak dan kewajibannya soal royalty. “Agar pengumpulan royalti bisa berjalan lebih baik, menurut saya diperlukan semacam koordinasi dan aturan serta kerjasama yang baik antara pemerintah setempat dengan para pengusaha pengguna hak cipta, misalnya dikaitkan dengan perijinan dan sebagainya, ” jelas Ari Juliano saat menyampaikan paparannya.
Sementara itu Dharma Oratmangun mengatakan perlunya pembenahan tataniaga di Industri Musik Indonesia. “Melalui diskusi ini saya menyampaikan perlunya pembenahan tata niaga di Industri Musik Indonesia selaras dengan revolusi teknologi sangat pesat ini. Sehingga nantinya bisa melahirkan digitalisasi diberbagai bidang atau komponen industry musik Indonesia, ” jelas Dharma Oratmangun.
Ditempat yang sama Puput Novel didampingi Lisa A Riyanto yang menjadi panitia acara juga menjelaskan kepada awak media yang sudah menunggu. “Acara ini digelar sebagai bentuk apresiasi dan kepedulian Partai Golkar terhadap nasib para musisi dan penyanyi, utamanya menyangkut soal royalti, " jelas Puput Novel.