Usul Wacana Referendum Rakyat Aceh, Wiranto Anggap Mualem Kecewa Kalah Pemilu
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menduga mantan panglima GAM Muzakir Manaf kecewa menerima hasil Pemilu 2019.
Editor: Dewi Agustina
"Karena, sesuai dengan Indonesia, tercatat ada bahasa, rakyat, dan daerah (wilayah). Karena itu, dengan kerendahan hati, dan supaya tercium juga ke Jakarta, hasrat rakyat dan bangsa Aceh untuk berdiri di atas kaki sendiri," ujar Mualem.
Terkait wacana referendum Aceh yang dilontarkan Mualem tersebut, Harian Serambi Indonesia/Serambinews.com, Kamis (30/5/2019) menghubungi Mualem untuk menanyakan keseriusan atas ucapannya itu.
Mualem tidak bersedia lagi memberi penjelasan.
"Saya minta maaf, tidak saya komen lagi masalah ini, karena sudah panas. Kita lihat dulu (keadaan), tapi kita jalan terus sedikit-sedikit," katanya melalui sambungan telepon.
Gagasan referendum Mualem mendapat respons positif dari berbagai pihak, meskipun banyak juga yang kontra.
Tiga senator Aceh, Fachrul Razi, Rafli Kande, dan Ghazali Abbas Adan secara terang-terangan memberi dukungan atas wacana tersebut.
Dukungan yang sama juga disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Aceh (PA) Kabupaten Pidie, H Sarjani Abdullah yang mengatakan bahwa referendum bukan masalah internal Partai Aceh, tapi masalah kepentingan bangsa Aceh ke depan.
Karena itu, yang berhak mengeluarkan pernyataan atau statement referendum adalah mereka sebagai pejuang Aceh, bukan partai politik (parpol).
"Maka siapa saja pejuang Aceh berhak memperjuangkan referendum," kata Sarjani Abdulah.
Sementara tokoh referendum Aceh tahun 1999, Muhammad Nazar mengingatkan semua pihak, terutama politisi, agar tidak menjebloskan rakyat Aceh kepada sesuatu yang usang.
"Bèk culok rakyat Aceh lam mon tuha," ujarnya di Jakarta, Rabu (29/5/2019) malam, yang artinya; Jangan jeboskan rakyat Aceh ke dalam sumur tua.
"Rakyat Aceh sudah seharusnya pintar menilai, supaya ke depan Aceh tak terjebak lagi dalam permainan gendang’ orang lain," kata Nazar.
Nazar justru menyarankan, para tokoh Aceh sebaiknya memikirkan dan menyiapkan Aceh dalam pembangunan dan menghadapi berbagai kemungkinan Indonesia ke depan.
"Aceh dan luar Jawa harus siapkan diri menghadapi segala kemungkinan, tapi tidak mesti referendum," ujarnya.