Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jika Mangkir saat Dipanggil KPK, Sjamsul Nursalim dan Istri Akan Dijadikan 'DPO'

Untuk mengupayakan Sjamsul dan Itjih datang ke Indonesia untuk dapat diperiksa, KPK telah melayangkan surat panggilan

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
zoom-in Jika Mangkir saat Dipanggil KPK, Sjamsul Nursalim dan Istri Akan Dijadikan 'DPO'
Forbes
Sjamsul Nursalim 

Syafruddin sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum 13 tahun penjara.

Hukumannya diperberat di tahap banding menjadi 15 tahun penjara dan sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Konstruksi Kasus BLBI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Sjamsul diduga sebagai pihak yang diperkaya Rp 4,58 triliun dalam kasus ini.

Sjamsul dan Itjih dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK sendiri sudah memanggil Sjamsul dan Itjih sebanyak tiga kali pada 2018 silam. Namun pasangan suami istri tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.

Sjamsul Nursalim
Sjamsul Nursalim (ISTIMEWA)
Berita Rekomendasi

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan sebagai pemenuhan hak tersangka, pada 17 Mei 2019 lembaganya telah mengirimkan informasi pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan tersangka Sjamsul dan Itjih ke sejumlah lokasi.

Setidaknya ada tiga lokasi di Singapura dan satu lokasi di Indonesia yaitu, The Oxley, Singapore; Cluny Road, Singapore; Head Office of Giti Tire Pte.Ltd Singapore; dan rumah di Simprug, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

"Dikarenakan tersangka SJN (Sjamsul Nursalim) diduga sebagai pihak yang diperkaya Rp 4,58 triliun dalam kasus korupsi ini, maka KPK akan memaksimalkan upaya asset recovery agar uang yang dikorupsi dapat kembali kepada masyarakat melalui mekanisme keuangan negara," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2019).

Laode sendiri memaparkan perkara ini berawal pada 21 September 1998 silam. Saat itu, BPPN dan Sjamsul melakukan penandatanganan penyelesaian pengambilalihan pengelolaan Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) melalui Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).

Dalam MSAA tersebut, kata Laode, disepakati bahwa BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan SJN sebagai pemegang saham pengendali serta sepenuhnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya baik secara tunai ataupun berupa penyerahan aset.

"Jumlah kewajiban Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) BDNl adalah sebesar Rp 47.258.000.000.000 Kemudian kewajiban tersebut dikurangi dengan aset sejumlah Rp 18.850.000.000.000 termasuk di antaranya: pinjaman kepada petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun," kata Laode.

Laode menyebutkan aset senilai Rp 4,8 triliun ini dipresentasikan Sjamsul seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah. Namun, setelah dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas