Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan Kuasa Hukum Baiq Nuril Pilih Ajukan Amnesti Kepada Presiden

Joko mengatakan Baiq Nuril tidak bisa mengajukan grasi, karena vonis yang diterimanya di bawah dua tahun.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Alasan Kuasa Hukum Baiq Nuril Pilih Ajukan Amnesti Kepada Presiden
Kolase Kompas.com/twitter
Terdakwa kasus UU ITE, Baiq Nuril dan surat yang dituliskan oleh putra bungsunya 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Joko Jumadi, Kuasa Hukum Terdakwa pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril mengatakan pihaknya menempuh jalur Amnesti kepada presiden karena tidak ada upaya hukum lagi yang bisa dilakukan untuk membebaskan kliennya tersebut.

Sebenarnya menurut Joko ada beberapa opsi yang diperbincangkan mulai dari mengajukan grasi hingga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua.

"Dalam konteks ini kira-kira upaya hukum yang dilkakukan oleh Nuril sudah habis, proses hukum sudah selesai di mahkamah agung (MA) karena PK sudah menjadi upaya hukum yang luar biasa," kata Joko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (10/7/2019).

Joko mengatakan Nuril tidak bisa mengajukan grasi, karena vonis yang diterimanya di bawah dua tahun.

Untuk diketahui Nuril di vonis hakim 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta rupiah.

"Bagi kami sepertinya Grasi adalah sesuatu yang agak sulit, karena jelas dalam undang-undang dinyatakan bahwa grasi itu hanya boleh diberikan kepada seseorang yang pidananya diatas 2 tahun, minimal itu," katanya.

Baca: Polisi Pastikan 33 Suporter yang Diamankan Karena Tidak Punya Tiket The Jakmania

Baca: Gagal Ajukan Permohonan Perbaikan ke MK, Kuasa Hukum Caleg Partai Demokrat Ungkap Soal Hantu

Baca: Hakim Konstitusi Tegur Kuasa Hukum Keponakan Prabowo karena Terlambat Ajukan Gugatan

Baca: Ahok: MRT Jakarta Lebih Bagus dari yang di Luar Negeri

Berita Rekomendasi

Begitu juga dengan PK kedua.

Hal itu sulit ditempuh karena berdasarkan keputusan MK, upaya PK hanya boleh dilakukan sekali.

"Dan belum ada jaminan juga, PK itu akan diterima, proses ini sudah cukup panjang," katanya.

Karena itu, Nuril menurut Joko meminta pengampunan presiden.

Upaya tersebut merupakan upaya final.

Apalagi perjalanan kasus Nuril sudah cukup lama yakni 5 tahun.

Nuril sudah sangat terbebabi dengan kasus yang menimpanya itu.

Selain harus ditahan, Nuril pada awal awal perjalanan kasusnya harus melapor seminggu sekali ke kepolisian.

"Apakah dengan PK kita kemudian memperpanjang lagi, penderitaan yang dialami oleh Baiq Nuril dan keluarganya , sehingga munkin bagi kami Opsi yang bisa ditempuh oleh Baiq Nuril dan cepat , istilahnya Final, mudah-mudahan adalah dengan mengunakan Hak Presiden melalui Amnesti," katanya.

Sebagai seorang anak

Terpidana kasus penyebaran konten perbuatan asusila, Baiq Nuril mengakui pengajuan amnesti dirinya kepada Presiden Joko Widodo sebagai bentuk upaya mencari keadilan.

Apalagi, disamping dirinya dilecehkan secara verbal, ia juga dipidanakan oknum kepala sekolah tempatnya mengajar dulu.

Sambil menahan tangisan, Baiq Nuril mengutarakan perasaannya itu dihadapan awak media.

Baca: PDIP Tegaskan Pimpinan MPR Cukup 5 Orang

Baca: Motif Ucapan ‘Ikan Asin’ Terungkap, Pihak Fairuz A Rafiq Harap Galih Ginanjar Ditahan

Baca: 3 Hoaks Sekaligus Fakta Tentang Audrey Yu Jian Hui, dari Bekerja di NASA hingga Tawaran Jokowi

"Sampai saat ini saya masih bisa berdiri di sini, saya ingin mencari keadilan. Saya tidak akan menyerah," kata Baiq Nuril didampingi Menkumham Yasonna Laoly di kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Baiq Nuril mengibaratkan pengajuan amnesti ini selayaknya permohonan antara anak ke Bapak.

Dimana si anak sedang mencari perlindungan.

Ia berharap sang bapak kepala negara bisa mengabulkan permohonan amnestinya.

Karena, kebijakan konstitusional Presiden Jokowi jadi satu-satunya jalan menyelesaikan kasus yang menimpa dia.

"Harapannya, saya ingin Pak Presiden mengabulkan permohonan amnesti saya. Dan saya rasa sebagai seorang anak, ke mana lagi harus meminta selain berlindung pada Bapak Presiden," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut masalah yang menimpa Baiq Nuril bukan sebuah kasus kecil.

Menurutnya perkara ini adalah soal keadilan yang dirasakan Baiq Nuril dan juga banyak wanita lain di luar sana.

Baiq Nuril Maknun saat ditemui di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang untuk kembali ke Mataram, Kamis (22/11/2018)
Baiq Nuril Maknun saat ditemui di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang untuk kembali ke Mataram, Kamis (22/11/2018) (TribunJakarta.com/Ega Alfreda)

"Begini, ini bukan kasus kecil. Ini adalah menyangkut rasa keadilan yang dirasakan oleh ibu Baiq Nuril dan banyak wanita-wanita lainnya," ujar Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Rasa ketidak adilan yang dimaksud Yasonna yakni bagaimana seorang korban pelecehan seksual malah seperti dikorbankan. Mereka yang berstatus sebagai korban pelecehan seksual justru dipidanakan.

Dalam kasus tersebut, Yasonna menangkap hal ini bahkan lebih besar secara politik.

Katanya, bila Baiq Nuril tidak diberi kesempatan mengajukan kewenangan konstitusional lewat amnesti, maka mungkin saja ribuan wanita lainnya yang juga menjadi korban kekerasan seksual tak lagi berani bersuara.

Rasa ketakutan akan menyelubungi para korban pelecehan seksual. Mereka tidak berani mengadukan pelecehan yang menimpanya kepada aparat penegak hukum.

Karena mereka khawatir, alih-alih keadilan didapatkan, justru dinginnya lantai penjara yang diterima.

"Kalau ini tidak diberikan kesempatan untuk kewenangan konstitusional amnesti kepada beliau. Ada banyak mungkin ribuan wanita wanita korban kekerasan seksual atau pelecehan tidak akan berani bersuara. Karena takut, bisa-bisa kalau saya mengadu, aku yang dikorbanin," ungkap Yasonna.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada pertengahan 2012.

Saat itu, Baiq yang berstatus guru honorer di SMAN 7 Mataram ditelepon Kepala Sekolahnya, Muslim.

Dalam percakapan telepon itu, Muslim justru bercerita tentang pengalaman seksualnya bersama wanita lain yang bukan istrinya.

Percakapan itu juga mengarah pada pelecehan seksual pada Baiq.

Baca: Rossa Ungkap Penyesalan Tak Bisa Wujudkan Impian Sutopo untuk Foto Bersama: Baru Hari Ini Saya Baca

Baca: Perayaan Liar Tim Putri AS Setelah Juara Piala Dunia Wanita 2019

Baiq pun merekam percakapan itu dan rekaman itu diserahkan kepada rekannya, Imam, hingga kemudian beredar luas.

Atas beredarnya rekaman itu, Muslim kemudian melaporkan Baiq Nuril ke polisi karena dianggap telah membuat malu keluarganya.

Di Pengadilan Negeri Mataram, Baiq Nuril divonis bebas.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Siti Mazuma saat menggelar diskusi terkait kasus yang menimpa Baiq Nuril di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018)
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Siti Mazuma saat menggelar diskusi terkait kasus yang menimpa Baiq Nuril di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018) (Tribunnews.com/Theresia Felisiani)

Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi dan Mahkamah Agung memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar UU ITE.

Namun, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda eksekusinya ke penjara.

Kini dengan adanya penolakan PK membuat Baiq dihantui kembali segera dijebloskan ke dalam bui.

Baiq Nuril kemudian membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.

"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7/2019).

Amnesti paling memungkinkan

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyebut hal yang paling memungkinkan untuk menuntaskan kasus Baiq Nuril adalah amnesti.

Yasonna mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Juncto Nomor 5 Tahun 2010 yang menjelaskan pemberian grasi oleh kepala negara dapat diberikan kepada mereka yang telah dijatuhi hukuman minimal 2 tahun.

Sementara Baiq Nuril hanya dijatuhi vonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.

"Dari pilihan yang ada, grasi atau amnesti yang paling dimungkinkan adalah amnesti," kata Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

Baca: Polisi Akan Periksa Rey Utami, Pablo Benua, Hingga Barbie Kumalasari Terkait Kasus Ikan Asin

Baca: Mengenal Ismeth Alatas, Mantan Suami Tsamara Amany yang Bercerai Setelah 2 Tahun Menikah

Baca: Baiq Nuril Kukuhkan Tekat Berangkat ke Jakarta untuk Ajukan Amnesti ke Pesiden Jokowi

Yasonna juga mengatakan ia telah diminta Presiden Joko Widodo lewat Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) untuk mengkaji pengajuan amnesti tersebut secara mendalam.

Terutama pada lingkup solusi konstitusional dan konstruksi hukum yang bisa dilakukan dalam kasus Baiq Nuril.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, usai menerima Baiq Nuril  4
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, usai menerima Baiq Nuril di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).

"Saya sudah diminta bapak Presiden melalui Mensesneg untuk mengkaji hal ini secara mendalam solusi konstitusional dan konstruksi hukum yang dapat dilakukan untuk kasus ini," kata dia.

Sebelumnya terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang ITE, Baiq Nuril bersama anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka, sambangi kantor Kementerian Hukum dan HAM, untuk bertemu Menkumham Yasonna Laoly.

Baca: Masih Ingat Sony Wakwaw? Begini Keadaannya Usai Tak Tampil di TV, Sempat Bisnis tapi Bangkrut

Mereka tiba di lokasi sekitar pukul 16.02 WIB, Baiq Nuril turut membawa dua pengacaranya Joko Jumadi dan Widodo, untuk menemui Yasonna.

Rieke mengatakan, maksud kedatangan mereka adalah untuk berkonsultasi dengan Menkumham Yasonna terkait opsi pengajuan permohonan amnesti ke Presiden Joko Widodo.

Politikus PDIP ini berharap Presiden Joko Widodo dapat memberikan perhatian khusus terhadap kasus Baiq Nuril tersebut.

"Mudah-mudahan ada hasil terbaik untuk bu Nuril dan Insya Allah Pak Jokowi beri perhatian khusus," ujarnya.

Dukungan anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani mendukung pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.

Hal itu menyusul penolakan Mahkamah Agung (MA) atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril karena kasus UU ITE.

Namun, ia menegaskan DPR akan mempertimbangkan jika Presiden Jokowi nantinya bersurat kepada parlemen.

"InsyaAllah mendukung, cuma posisi DPR kan menunggu apa yang nanti dimintakan pertimbangan dalam surat Presiden kepada DPR," kata Arsul Sani kepada wartawan, Minggu (7/7/2019).

Ia mengatakan sesuai Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, Presiden memang memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dengan pertimbangan DPR.

Baca: Politikus Golkar Sebut Rekonsiliasi Dengan Pemulangan Habib Rizieq Shihab Tidak Ada Korelasinya

Baca: Mayangsari Rayakan Ulang Tahun Pernikahan Bersama Bambang Trihatmodjo yang ke-19

Baca: Sebelum Meninggal, Sutopo Purwo Pamit & Unggah Permintaan Maaf untuk Orang Tua dan Warga Indonesia

Arsul memastikan ia dan teman-teman di Komisi III akan mengkaji secara mendalam pemberian amnesti Baiq Nuril.

"Karena itu, jika nantinya permohonan amnesti tersebut telah diterima Presiden dan kemudian dimintakan pertimbangan kepada DPR, kami yang di DPR akan mengkajinya secara mendalam dengan semangat mendukung prinsip keadilan," katanya.

Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) akhirnya menolak Peninjauan Kembali (PK) tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.

Dengan ditolaknya PK tersebut, Baiq Nurilpun tetap divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.

Baca: Kalimat Kotor di Antara Pertengkaran Messi dan Medel

"Sudah putus. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pemohon/terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2019).

Setelah upaya PK yang diajukannya ditolak, Baiq Nuril membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.

"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7/2019).

Surat Baiq Nuril

Baiq Nuril tulis surat untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah ajuan peninjauan kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

PK tersebut ia ajukan atas kasus penyebaran konten asusila yang mengancamnya hukuman penjaa 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.

Surat Baiq Nuril untuk Jokowi itu berisi permohonan sekaligus upaya menagih janji Jokowi agar dirinya segera diberi amnesti.

Baiq Nuril
Baiq Nuril (KOMPAS.COM)

Menurut Nuril, hal ini merupakan jalan satu-satunya yang ia bisa lakukan.

“Salam hormat untuk bapak Presiden, Bapak Presiden PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesty karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya. Hormat Saya Baiq Nuril Maknun,” demikian isi tulisan dalam kertas tersebut.

Baca: Tagih Janji Jokowi, Ini Isi Lengkap Surat Baiq Nuril kepada Presiden Setelah PK Ditolak MK

Baca: Didukung 315.671 Warga, Pekan Depan Baiq Nuril akan Ajukan Amnesti ke Presiden Jokowi

Baca: Komnas Perempuan Siapkan Langkah Pendampingan Pengajuan Amnesti Baiq Nuril

Sementara itu, kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi, membenarkan bahwa Nuril telah membuat surat tersebut. Namun, dia membantah bahwa surat itu ditulis atas kehendak tim kuasa hukum.

Surat itu, lanjut dia, berisi ungkapan hati Nuril.

“Ya kami dapat informasi Nuril menuliskan surat kepada Jokowi. Itu atas inisiatif sendiri, bukan dari kuasa hukum. Saya kira sah-sah saja, itu tentang perasaan prbibadinya yang dialaminya saat ini. Namun, dari kuasa hukum secara resmi belum membuat model surat apa pun,” ungkap Joko saat dikonfirmasi, Jumat (5/7/2019).

Menurut Joko, dia mendukung apa pun langkah yang akan dilakukan Nuril agar dirinya bisa bebas dari tuntutan, termasuk membuat surat, agar Presiden Jokowi bisa membantu dirinya untuk diberikan amnesti.

Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari kepala sekolah tempatnya bekerja berinisial M pada 2012.

Baca: PK Baiq Nuril Ditolak, Ini Fakta-faktanya, Mulai Kronologis Kasus Hingga Sikap Jokowi

Baca: Jokowi Lagi Nimbang-nimbang Pemberian Amnesti untuk Baiq Nuril

Baca: PK Ditolak MA, Beredar Surat Pendek Baiq Nuril ke Presiden Jokowi, Ini Isinya

Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.

MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE. Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA. 

Baca: Ditanya tentang Kasus Baiq Nuril, Jokowi: Perhatian Saya Sejak Awal Tidak Berkurang

Baca: PK Baiq Nuril Ditolak: Kronologi Kasus, Langkah Kuasa Hukum hingga Respons Jokowi

Baca: Jokowi Tunggu Surat Permohonan Amnesti Baiq Nuril

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas