Pengamen Gugat Ganti Rugi Polisi dan Kejaksaan : Mengaku Disiksa Hingga Tanggapan Polda Metro Jaya
Korban salah tangkap yang gugat ganti rugi Polda Metro Jaya dan Kejati DKI menceritakan kisahnya, polisi pun beri tanggapan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama di penjara.
Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Tidak hanya tuntuan secara materi, pihaknya juga meminta pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI untuk mengakui semua kesalahanya karena salah menangkap orang dan melakukan tindak intimidasi.
Baca: Polisi Sebut Status Youtuber yang Dilaporkan Garuda Indonesia Masih sebagai Saksi
"Selama ini ditahan dia nggak sekolah dan lain-lain, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, gak fair dong," ucap dia.
Hingga pukul 12.20 WIB, sidang praperadilan dengan agenda pembacaan permohonan belum dimulai karena pihak termohon, yakni Kejaksaan Tinggi DKI belum hadir.
Sidang sempat ditunda
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang gugatan ganti rugi yang diajukan empat pengamen korban salah tangkap, Rabu (17/7/2019).
Penundaan sidang lantaran kurangnya kelengkapan surat yang dibawa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) selaku pihak pemohon.
Baca: 4 Pengamen Korban Salah Tangkap Tuntut Ganti Rugi Rp 746 Juta ke Polda Metro Jaya dan Kejati DKI
Majelis Hakim, Elfian menunda hingga kelengkapan surat dari LBH lengkap.
"Jadi sidang ditunda ke Senin, 22 Juli pada pukul 09.00 WIB," ujar Kuasa Hukum LBH, Oky Wiratama Siagian, pada Rabu (17/7/2019).
Oky menuturkan, keempat korban itu bisa melayangkan gugatan ganti rugi lantaran selama tiga tahun berada di balik jeruji besi.
"Klien kami dinyatakan tak bersalah di tingkat putusan MA. Maka ada hak mengganti kerugian. Klien kami selama ini jadi tidak sekolah, dan mata pencahariannya tidak bisa didapatkan selama di penjara," ungkapnya.
Oky menambahkan, total kerugian kliennya mencapai ratusan juta, baik materil maupun imateril.
"Kalau ditotal empat orang ini sekira Rp 70p juta. Ada materil dan imateril. Kerugian materil itu berupa penghasilan, kalau imateril itu berupa penyiksaan. Klien kami mengaku mengalami penyiksaan saat ditahan di Polda," lanjutnya.
Perhitungan imateril, terang Oky, merupakan kerugian fisik yang diterima para korban.
"Waktu mereka disiksa menyebabkan luka-luka. Kita menghitungnya berdasarkan kerugian apa yang menimbulkan, seperti kepala korban yang bermasalah," ujarnya.
Seperti yang diwartakan sebelumnya, Empat pengamen korban salah tangkap menuntut ganti rugi kepada Polda Metro Jaya dengan menggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu.
Empat pengamen yang salah tangkap saat itu, masih berusia belasan tahun, Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), dan Pau (16).
Mereka beralasan semenjak dinyatakan tak bersalah pada tahun 2016 silam, belum mendapatkan ganti rugi atas kesalahan yang dilakukan polisi.
Kasus salah tangkap itu berawal pada tahun 2013, mereka berempat dinyatakan bersalah oleh kepolisian lantaran melakukan pembunuhan antar pengamen lain dengan motif berebut lapak pengamen di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kasus mereka kemudian dibawa menuju meja hijau.
Menurut Kuasa Hukum korban dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, Mahkamah Agung memutuskan keempat korban tidak bersalah melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
"Di Mahkamah Agung, putusannya menyatakan membebaskan keempat anak kecil ini. Nah, kami memberitahu kepada mereka, ketika putusannya bebas maka ada hak mereka yang bisa dituntut ganti kerugian. Dan udah ada mekanismenya dari PP 92 tahun 2015," ujarnya kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (17/7/2019).
Baca: Tjahjo Kumolo Sebut Sikap Wali Kota Tangerang Tak Etis Karena Rugikan Masyarakat
Oky melanjutkan keempat anak ini berhak untuk mendapatkan ganti rugi itu.
"Mereka enggak bersalah, sebenarnya mereka bisa kerja akhirnya gara-gara saya dipidana, enggak kerja kan, ini yang dituntut," tandasnya. (Kompas.com/Tribunnews.com)