KPK Berpotensi Jerat Lippo Jadi Tersangka Korporasi Dalam Kasus Proyek Meikarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi mengembangkan kasus suap perizinan proyek Meikarta untuk menjerat Lippo dengan pidana korporasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Beberapa waktu kemudian, pihak Lippo menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi.
"Kemudian, sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng Rahmi melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp 900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat," tutur Saut.
Atas perbuatannya KPK menetapkan Iwa Karniwa sebagai tersangka suap suap terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Ia disangkakan melanggar pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ditetapkan sebagai tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa, sebagai tersangka kasus suap terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta.
"Pada dua perkara sebagaimana dijelaskan di atas, sejak 10 Juli 2019 KPK melakukan penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka yaitu IK dan BTO," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Iwa ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Baca: Sikapi Tudingan IPW Soal Banyak KKN, Febri Diansyah: Itu Isu Daur Ulang Untuk Menyerang KPK
Baca: Peran Perempuan Dibutuhkan KPK Sebagai Pucuk Pimpinan
Baca: PAN Setuju Imbauan Moral KPK Agar Parpol tak Calonkan Mantan Koruptor
Baca: Warga Tapanuli Utara Heboh Sambut Kedatangan Jokowi
Sementara Bortholomeus yang tercatat sebagai mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang jadi tersangka dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Saut mengatakan Iwa diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara tersangka Bortholomeus melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2-001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 55 ayat (`1) ke-1 KUHP.
Iwa Karniwa sebelumnya telah memberi kesaksian dalam kasus suap Meikarta yang menyeret Bupati Neneng.
Jaksa di persidangan mempertanyakan soal pertemuannya dengan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili, di KM 72 tol Purbaleunyi pada Desember 2017.
Baca: BREAKING NEWS: Warga Kloangpopot, Sikka Geger, Mayat Korban Pembunuhan Tergeletak di Jalan
Baca: Rekrutmen Pegawai Universitas Diponegoro Non ASN, Posisi Dosen Program Studi di Luar Kampus Utama
Iwa pun membenarkan pertemuan tersebut. Namun dia diminta oleh anggota DPRD Jabar asal Partai Demokrarasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Waras Wasisto, untuk datang, dan akhirnya dikenalkan dengan Neneng Rahmi.
"Saya tidak tahu hanya diminta ketemu di rest area KM 72. Saya bilang kebetulan baru hadir rapat di pusat. Saya dikontak Pak Waras, ada yang minta ketemu saya. Saya bilang di kantor saja selesai saya pulang ke rumah," kata Iwa saat persidangan di Tipikor, Bandung, Senin (28/1/2019).
Pertanyaan itu dilontarkan jaksa karena Iwa disebut-sebut menerima duit Rp1 miliar terkait pengurusan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) proyek Meikarta.
Nama Iwa pertama kali disebut oleh Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.
Dalam persidangan disebutkan Iwa menerima uang dari Neneng Rahmi Nurlaili yang menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Neneng menyebut permintaan itu terkait kepentingan Pilgub Jabar.