KPK: Kami Tak Mungkin Bongkar Kasus Mafia Migas Jika Terus Dilemahkan
"Perkara ini merupakan salah satu perkara yang menarik perhatian publik, terutama setelah Presiden Jokowi membubarkan Petral," kata Laode M Syarif
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Padahal, awalnya, dengan target menciptakan ketahanan nasional di bidang energi, PT Pertamina membentuk Fungsi Integrated Supply Chain (ISC).
Fungsi ini bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.
Untuk mendukung target tersebut, Pertamina mendirikan beberapa perusahaan subsidiari, yang dimiliki dan dikendalikan penuh.
Yakni Petral yang berkedudukan hukum di Hong Kong, dan PES yang berkedudukan hukum di Singapura.
KPK pun sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor migas.
Soalnya, sektor energi ini merupakan sektor yang krusial bagi Indonesia.
"Dilihat dari tujuan pembentukannya, Petral ataupun PES sebenarnya dibentuk untuk menjamin ketersediaan BBM secara nasional. Sehingga, hal ini sangat disayangkan. Karena sesungguhnya terkait langsung dengan kepentingan masyarakat Indonesia," keluh Laode M Syarif.
Apalagi, hingga tahun 2019 ini, penerimaan dari sektor migas masih menjadi andalan pemerintah untuk mendorong kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).
Target PNBP dari sektor migas mencapai 42,2 persen, dari target dalam APBN 2019.
Selain dukungan, KPK meminta masyarakat yang memiliki informasi terkait mafia migas, agar menyampaikan ke komisi antirasuah untuk dipelajari lebih lanjut.
Laode M Syarif berharap, perkara ini dapat menjadi kotak pandora untuk mengungkap skandal mafia migas yang merugikan rakyat Indonesia.
Dia kemudian menyelipkan pesan tersirat soal revisi UU KPK.
Baca: Kasus Mafia Migas, KPK Telah Geledah 5 Lokasi Terkait Penyidikan Mantan Bos Petral
Dia menyebut, dalam melaksanakan tugas, KPK berharap mendapat dukungan dari berbagai pihak.
"Dalam penanganan perkara-perkara besar, yang bukan tak mungkin melibatkan kekuatan besar yang selama ini menikmati hasil korupsi tanpa terganggu, maka upaya-upaya melemahkan seperti memangkas kewenangan KPK akan berpengaruh dan berisiko terhadap penanganan perkara korupsi," ujar Laode M Syarif.