Selain RKUHP dan RUU KPK, DPR RI Juga Segera Sahkan RUU Pertanahan, Sejumlah Guru Besar Protes
Di sisi lain, masyarakat adat khawatir RUU Pertanahan akan makin melemahkan kedudukan mereka dalam kepemilikan lahan.
Editor: Hasanudin Aco
"HPL bukan hak, itu izin pengelolaan. Pasal yang baru seperti kembali ke zaman kolonial ketika pemerintah bisa menetapkan apa saja di atas tanah yang dianggap bukan hak masyarakat," kata Endriatmo.
Selain itu, Endriatmo menyebut tak ada kejelasan soal tujuan dan target reforma agraria dalam RUU Pertanahan.
"Durasi dan target reforma agraria tidak diatur, jadi seolah-olah ini business as usual yang sewaktu-waktu bisa diusung setiap presiden dan calon dewan untuk menarik popularitas," ucapnya.
Hal lain yang dicemaskan Endriatmo dan pegiat agraria adalah pasal tentang bank tanah. Ketentuan ini dinilai bakal melancarkan perampasan tanah atas nama proyek pembangunan.
"Yang bisa memenuhi bank tanah hanya korporasi besar. Dari situ, tanah dikonsentrasikan ke pihak tertentu lewat tangan pemerintah."
"Yang akan terjadi adalah proses rekonsentrasi. Itu justru sama sekali bertentangan dengan pasal reforma agraria yang bermaksud mendistribusikan tanah."
"Jadi di RUU ini ada dua pasal yang bukan hanya saling berhadapan, tapi malah saling mematikan," kata Endriatmo.
Ketua Panitia Kerja RUU Pertanahan di DPR, Herman Kaeron, menyatakan pembahasan substansi draf beleid itu telah selesai. Total, RUU inisiatif DPR ini memuat 15 bab dan 171 pasal.
Herman berkata, RUU itu kini telah diserahkan ke setiap fraksi di Komisi II. Jika komisi sepakat, draf akan diserahkan ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Banyak ketentuan tak sesuai
Menurut Herman, para pihak yang keberatan dengan substansi RUU Pertanahan masih bisa mengusulkan perubahan sebelum draf itu benar-benar disahkan.
"Silakan kritik. Usulan dari Prof Maria misalnya, kami sudah memasukkan hak bangsa. Kalau ada masukan lain, silakan usulkan."
"Selama belum masuk ke pengambilan keputusan tingkat dua, kemungkinan perubahan substansi selalu ada," tuturnya.
Di Komisi II, Fraksi PDIP menyatakan RUU Pertanahan semestinya dibahas ulang oleh DPR periode berikutnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.