Selain RKUHP dan RUU KPK, DPR RI Juga Segera Sahkan RUU Pertanahan, Sejumlah Guru Besar Protes
Di sisi lain, masyarakat adat khawatir RUU Pertanahan akan makin melemahkan kedudukan mereka dalam kepemilikan lahan.
Editor: Hasanudin Aco
"Jangan ada pihak yang mencoba memperkeruh susana karena BPODT bersama warga sudah menyepakati beberapa hal," kata Darwin dalam situs resmi Pemkab Toba Samosir.
Jabangun menolak klaim tersebut. Ia berkeras, pemerintah harus mengembalikan tanah itu kepada warga adat.
Setelahnya, kata dia, masyarakat Sigapiton akan menunjukkan lokasi proyek yang merusak ladang, mata air, hingga makam leluhur merkea.
"Nanti kami tunjukkan di mana bangunan mereka bisa berdiri. Kalau diminta di atas rumah kami, bagaimana mungkin kami menyerahkannya?" kata Jabangun.
Konflik agraria seperti yang terjadi di Toba Samosir tadi diperkirakan bakal makin sering terjadi jika RUU Pertanahan tak diubah dan disahkan, pekan depan.
Guru Besar Agraria Institut Pertanian Bogor, Endriatmo Soetarto, menyebut draf beleid itu tak memberi solusi atas konflik agraria yang marak.
Tak ada pula ketentuan yang menjawab ketimpangan struktural, laju konversi lahan pertanian, dan kemiskinan akibat kebijakan pertanahan, kata Endriatmo.
"RUU ini jalan menuju neoliberalisme pasar tanah. Itu sama sekali bertentangan dengan UUPA. Dengan praktek itu, mereka yang lemah pasti tersisih."
"Gini rasio tanah kita hampir 0.6 atau 1% penduduk menguasai 60% tanah di negara ini. Ketika rakyat makin tersisih, itu bisa mencetuskan konflik yang makin tajam," ujar Endriatmo.
Izin pengelolaan
Endriatmo adalah satu dari sejumlah guru besar agraria yang menolak pengesahan RUU Pertanahan. Selain dia, ada pula Maria Sri Wulan Sumardjono (UGM) dan Ida Nurlinda (Unpad).
Puluhan organisasi swadaya nirlaba di sektor agraria, lingkungan, dan pendamping kelompok rentan pun menggarisbawahi beragam pasal yang mereka anggap tidak tepat.
Salah satu yang dikritisi Endriatmo adalah ketentuan yang memungkinkan pemerintah menerbitkan hak pengelolaan (HPL) tanah berbasis hak menguasai negara.
Menurutnya, pasal itu serupa dengan konsep domein verklaring era pemerintahan kolonial Belanda yang dihapus UU 1/1960 tentang Pokok Agraria (UUPA).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.