Beda Generasi Old dengan Generasi Z Saat Demo
Meski banyak cap negatif disematkan kepada mereka, nyatanya mereka juga memiliki kepedulian terhadap negaranya.
Editor: Hasanudin Aco
Sementara di Orde Baru, budaya populer Barat lebih bebas masuk, namun tidak boleh membicarakan ideologi bangsa di kampus dan sekolah.
Selain itu, selama lebih satu dekade sejak reformasi berlangsung, terjadi kekosongan narasi kebangsaan bagi pemuda.
Saat itu, negara tengah fokus menata sistem politiknya serta pemberantasan korupsi. “Isu pemuda nyaris tidak pernah dibicarakan,” katanya.
Tumbuh di masa transisi dari zaman otoritarian ke alam demokrasi yang lebih terbuka membuat generasi Phi harus berusaha ekstra mencari identitas, keyakinan dan ideologinya.
Saat nilai konservatif yang ada di sekitar mereka, maka nilai itulah yang mereka ambil. Demikian pula dengan nilai kedaerahan yang muncul sejak era desentralisasi.
Akibatnya, pandangan generasi Phi lebih berwarna-warni.
Meski generasi Phi lebih egois, mereka tetap membutuhkan afirmasi atau bertanya kepada generasi sebelumnya.
Karena itu, tak mengherankan jika banyak anak muda itu meminta izin untuk ikut demonstrasi kepada orangtua atau dosen mereka, hal yang janggal bagi generasi sebelumnya.
Pandangan generasi pendahulu, lanjut Rahmat, akan mengukuhkan sikap mereka. Situasi itu yang membuat kehadiran ‘orangtua’, baik di keluarga, sekolah, kampus, masyarakat dan negara menjadi penting.
Para ‘orangtua’ itu perlu mendukung anak muda itu untuk menyuarakan pandangannya sebagai bagian dari pendidikan politik maupun kebebasan berekspresi.
Karena itu, ancaman Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memberikan sanksi kepada rektor yang mengerahkan mahasiswanya ikut unjuk rasa sebagai hal yang kontraproduktif.
Sanksi itu hanya akan melanggengkan stereotipe generasi Z yang apolitis, tidak peduli dengan sekitar, hedonis, dan berbagai pandangan negatif lain yang sering disematkan pada mereka.
Usai unjuk rasa, tambah Faisal, diskusi setara antara mahasiswa dan pelajar dengan generasi pendahulunya perlu dilakukan.
Tanpa diskusi itu, konsep Indonesia yang pasti tetap akan sulit mereka dapatkan. Padahal, 10-20 tahun lagi, merekalah yang akan jadi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa. (Harian Kompas/M Zaid Wahyudi).