Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Telisik Suap Imam Nahrawi Lewat Istrinya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa istri mantan Menpora Imam Nahrawi, Shobibah Rohmah.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Telisik Suap Imam Nahrawi Lewat Istrinya
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Istri mantan Menpora Imam Nahrawi, Shobibah Rohmah, seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2019) 

Keempat, Imam juga menyebut prestasi yang dicapai saat penyelenggaraan Asian Games, Asian Para Games, dan Olimpiade Internasional Rio De Janeiro di Brazil tahun 2016 dengan segala medali yang didapatkan.

Baca: Pemohon Lakukan Perbaikan Uji Materi UU KPK

Keempat, menurut Imam, penetapan tersangka tidak jelas karena tuduhan suap yang diberikan KPK melebihi jumlah kekayaan yang ia laporkan di LHKPN.

Kelima, Imam juga mengakui tidak bisa memenuhi tiga kali panggilan dalam penyelidikan KPK, yaitu 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.

Keenam, penahanan yang dilakukan KPK tidak sah karena pimpinan KPK telah 'menyerahkan mandat' pada Presiden Joko Widodo.

Kata Febri, sebagian besar alasan yang diajukan oleh Imam sudah cukup sering digunakan para pemohon praperadilan lain, sehingga sebenarnya relatif tidak ada argumentasi baru.

"Seperti alasan yang hanya mengacu pada KUHAP bahwa penetapan tersangka seharusnya dilakukan pada tahap penyidikan, sehingga pemeriksaan yang bersangkutan sebagai calon tersangka semestinya dilakukan di penyidikan," katanya.

Febri juga menyebut alasan semacam itu sudah sering ditolak hakim. Karena memang UU KPK mengatur secara khusus, bahwa sejak proses penyelidikan, KPK sudah mencari alat bukti. Sehingga ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka pada saat penyidikan dimulai sekaligus dapat dilakukan penetapan tersangka.

Berita Rekomendasi

Sedangkan, imbuh Febri, terkait dengan penyelidikan yang prosesnya hanya 4 hari, tampaknya, menurut Febri, Imam salah memahami makna LKTPK seolah-olah itu adalah surat perintah penyelidikan.

"KPK telah melakukan penyelidikan sejak 25 Juni 2019, dan selama penyelidikan itu sudah dilakukan pemanggilan 3 kali terhadap IMR, namun yang bersangkutan tidak datang karena berbagai alasan," ujar dia.

Sehingga, Febri menggarisbawahi, begitu KPK mendapatkan bukti permulaan yang cukup atau minimal 2 alat bukti, sesuai Pasal 44 UU KPK, maka dapat dilakukan penyidikan.

"Jika frasa bukti permulaan yang cukup tersebut dihubungkan dengan ketentuan pada Pasal 1 angka 14 KUHAP yang mengatur definisi tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, maka sejak proses penyidikan, karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup, sekaligus dapat ditetapkan tersangka," dia menjelaskan.

Kendati demikian, kata Febri, ketentuan yang bersifat khusus ini memang seringkali tidak dipahami secara tepat sehingga para pemohon berulang kali menggunakan argumentasi tersebut.


Sedangkan terkait penahanan yang dihubungkan dengan 'penyerahan mandat', KPK telah menegaskan bahwa pimpinan KPK tetap bertugas sesuai dengan Keputusan Presiden sampai dengan 21 Desember 2019 ini. Dan sampai saat ini tidak ada Keputusan Presiden Jokowi tentang pemberhentian pimpinan KPK.

"Proses penyidikan perkara ini terus berlanjut, dan secara paralel sudah ditugaskan tim dari biro hukum KPK untuk menghadapi praperadilan ini. Kami meyakini proses formil yang dilakukan KPK ataupun bukti substansi yang kami miliki kuat untuk terus melakukan penyidikan dan proses lanjutan," kata Febri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas