PKB: Peraturan Menteri Agama tentang Majelis Taklim Berpotensi Picu Diskriminasi
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29/2019 tentang Majelis Taklim terus mengundang kecaman.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29/2019 tentang Majelis Taklim terus mengundang kecaman.
Aturan yang mengharuskan majelis taklim terdaftar di Kementeria Agama (Kemenag) tersebut dinilai berpotensi memicu diskriminasi atas kelompok belajar agama di kalangan umat Islam.
“Aturan yang mengharuskan majelis taklim harus terdaftar akan memunculkan diskriminasi. Nantinya bisa jadi ada majelis taklim yang legal dan illegal. Dalam momentum tertentu kondisi tersebut akan dimanfaatkan untuk memecah belah umat Islam,” ujar Sekretaris Fraksi PKB DPR RI Fathan Subchi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Baca: Majelis Taklim Harus Terdaftar di Kemenag, Wapres Maruf Amin: Itu Penting Cegah Radikalisme
Dia menjelaskan majelis taklim merupakan kelompok belajar agama yang tumbuh organik di kalangan masyarakat.
Kelompok-kelompok tersebut harusnya dibiarkan tumbuh alami di masyarakat. Menurutnya masyarakat bisa saling mengawasi jika memang ada indikasi penyimpangan di majelis-majelis taklim tertentu.
“Negara tidak harus terlalu jauh mengurusi bagaimana majelis taklim tumbuh dan berkembang. Keharusan mendaftar hanya akan memicu dua kelompok besar yakni majelis yang terdaftar dan tidak terdaftar atau majelis yang diakui negara atau tidak diakui negara dan itu tidak perlu,” katanya.
Politisi asal Jawa Tengah ini menilai lahirnya PMA 29/2019 menambah daftar Panjang kontroversi yang dipicu sosok Menteri Agama Facrul Razi.
Sebelumnya telah muncul wacana tentang cadar, celana cingkrang, hingga terakhir sertifikasi majelis taklim.
“Kami menilai kegaduhan-kegaduhan atas berbagai pernyataan Menteri Agama tidak perlu terjadi. Seharusnya Pak Menag saat ini belanja masalah atas berbagai persoalan di internal maupun eksternal Kemenag daripada memicu kegaduhan yang tidak perlu,” katanya.
Fraksi PKB, lanjut Fathan akan menginstuksikan anggota fraksi di Komisi VIII untuk meminta penjelasan Menteri Agama atas keluarnya PMA tersebut.
Menurutnya Komisi VIII bisa merekomendasikan perbaikan PMA tersebut dalam bentuk revisi atau bahkan pembatalan.
“Kami hanya berharap kehidupan beragama di Indonesia bergerak memunculkan kedamaian, bukan justru malah menjadi sumber kegaduhan dan konflik,” pungkasnya.