Ketua KPU Siapkan Opsi Pemberhentian Wahyu Setiawan, Sebut Akan Segera Melapor ke Presiden Jokowi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi kasus yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Miftah
Ia menyebut tahapan penyidikan terus dikembangkan.
Bisa saja, kata Lili, tersangka bakal bertambah.
"Belum tentu kata-kata lolos atau jangan-jangan lagi ada bertambah. Tinggal di penyidikan nanti dikembangkan," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Lili mengatakan, Doni berperan mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 peraturan KPU 3 2019 tentang Pemungutan Perhitungan Suara ke Mahkamah Agung.
Pengajuan ini terkait dengan meninggalnya caleg PDIP dari Sumatera Selatan, Nazarudin Kiemas, pada Maret 2019.
PDIP ingin suara Nazarudin, sebagai pemenang pemilu legislatif, masuk kepada Harun Masiku.
Gugatan ini dikabulkan MA pada Juli 2019.
Dalam putusannya, MA menetapkan partai menjadi penentu suara pada pergantian antar waktu.
Putusan MA ini menjadi dasar bagi PDIP mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku.
Tapi, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Pada 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa ke MA.
Kemudian, partai juga mengirim surat penetapan caleg ke KPU pada 23 September 2019.
Untuk memuluskan jalan Harun, Saefulah, seorang swasta, kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu.
Agustiani kemudian melobi Wahyu Setiawan agar mengabulkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih.
Agustiani mengirim dokumen dan fatwa MA kepada Wahyu.
Wahyu menyanggupi dengan menjawab, “Siap, Mainkan!”
Lili mengatakan, untuk membantu penetapan Harun, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta.
Menurut Lili, ada dua kali pemberian uang.
Pertama pada medio Desember 2019, ada seorang seseorang yang memberikan uang Rp400 juta kepada Agustiani, Doni, dan Saefulah.
Kemudian, Agustiani memberikan Rp200 juta kepada Wahyu.
Pada Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saefulah sebesar Rp850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
Kemudian, Saefulah memberikan uang kepada Doni Rp150 juta.
Sisanya Rp 700 juta masih di tangan Saefullah.
Ia membagi menjadi dua, Rp450 juta diberikan kepada Agustiani dan Rp 250 juta untuk operasional.
Pada Selasa, 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai PAW.
Setelah gagal di rapat pleno KPU, Wahyu kemudian menghubungi Doni menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi anggota DPR melalui PAW.
Pada Rabu (8/1/2020), Wahyu meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani.
Setelah penyerahan uang ini, KPK menangkap Wahyu dan Agustiani di tempat berbeda.
KPK Datangi Kantor DPP PDI Perjuangan
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kantor DPP DI Perjuangan.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) Hasto Kristiyanto buka suara.
Hasto lantas menerangkan, sikap awal PDI Perjuangan sangat tegas soal tindak korupsi.
"Sejak awal sikap PDIP sangat tegas. Kami tidak kompromi terhadap tindak pidana korupsi," kata Hasto yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (9/1/2020).
Ia menegaskan, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan.
Sekjen PDI Perjuangan itu menegaskan, PDI Perjuangan terus melakukan edukasi kepada anggota partai terkait tindak pidana korupsi.
Serta memberikan sanksi yang berat kepada anggotanya yang terlibat tindak pidana korupsi.
"Dan terkait berdasaarkan laporan Kepala Sekretariat dari PDI Perjuangan, tadi memang datang beberapa orang," kata Hasto.
"Kemudian sesuai mekanisme yang ada tanpa bermaksud menghalang-halangi apa yang dilakukan di dalam pemberantasan korupsi, yang kami harapkan adalah mekanisme," ujar Hasto.
"Adanya surat perintah, begitu itu dipenuhin ya tentu saja seluruh jajaran PDI Perjuangan, sebagaimana kami tunturkan, kami selama ini membantu kerja dari KPK," terangnya.
Menurut Hasto, mengawal kinerja KPK adalah sebuah misi yang sangat baik.
Ia pun lantas membantah adanya isu yang beredar, terkait penggeledahan Kantor DPP PDI Perjuangan.
"Jadi informasi terhadap penggeledahan, penyegelan itu tidak benar. Tetapi kami tahu bahwa KPK terus mengembangkan kegiatan penyelidikan pasca OTT tersebut," jelasnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)