Angkat Bicara, Menko Polhukam Mahfud MD Sebut Kasus Pembunuhan Begal di Bekasi dan Malang Berbeda
Mahfud MD angkat bicara kasus pelajar 17 tahun, ZA yang bela teman dari aksi begal di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Whiesa Daniswara
Irfan berhasil menangkis ketika AS hendak kembali mencoba membacoknya.
"Saya tangkis, saya tendang kakinya saya jatuhin ke bawah. Terus saya rebut (celuritnya) dari tangannya pakai tangan saya," kata Irfan.
Dengan celurit di tangannya, Irfan menyerang balik AS dan hal itu rupanya membuat AS menyerah.
"Dia mau kabur, nah handphone teman saya, kan, masih dipegang, saya bacok, saya bilang, 'mana handphone teman saya'."
"Terus dia kasih handphone-nya kemudian bilang, 'maaf, Bang'," kata Irfan meniru ucapan AS.
AS yang mengalami luka-luka langsung dibawa ke rumah sakit oleh IY yang mengendarai motor.
Namun, nyawanya tidak tertolong.
Sementara itu, Irfan dan Rafiki sempat berobat di sebuah klinik sebelum melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Metro Bekasi Kota.
Irfan mengaku berani melawan para pembegal karena merasa nyawanya terancam.
Di samping itu, ia mengaku mempunyai ilmu bela diri yang sudah beberapa tahun dipelajarinya.
Atas keberaniannya, Irfan dan Rafiki mendapat penghargaan oleh Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Indarto.
Baca: Viral Sarjana Penjual Nasi Sayur di Solo, Ini Cerita Lengkap dari Nama hingga Alasan Berjualan
Namun, sebelum mendapat penghargaan, Irfan sempat ditetapkan sebagai tersangka yang tak lama kemudian direvisi oleh polisi.
Kapolres menjelaskan, ada slip of tongue alias salah memberikan pernyataan oleh Kasatreskrim Polres Bekasi, AKBP Jairus Saragih atas kasus ini.
Ia pun meminta maaf atas kekhilafan seraya mengatakan ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan jajarannya.
Menurut Indarto, awalnya kasus ini sumir.
Pasalnya, baik korban maupun pelaku sama-sama terluka.
Setelah mendapat perawatan di rumah sakit berbeda, keduanya mengaku sebagai korban begal alias perampokan yang disertai dengan kekerasan.
Bila Irfan pada akhirnya diberi penghargaan karena tindakannya dianggap membantu polisi memberantas kejahatan, lain halnya dengan ZA.
ZA justru menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang.
Dalam menghadapi proses sidang, ZA selalu tampil dengan memakai seragam sekolah.
Pun dengan teman dekatnya, V yang kemarin memberikan kesaksian.
Kini proses sidang ZA telah sampai di dua tahapan terakhir, yaitu pembacaan pledoi alias pembelaan oleh terdakwa, Rabu (22/1/2020).
Sementara Kamis (23/1/2020), ZA akan menghadapi sidang putusan.
Apakah ia akan diputus bebas atau divonis sesuai dengan tuntutan dari jaksa.
Sebelumnya dalam sidang pembacaan tuntutan, jaksa menuntut ZA dengan hukuman pembinaan selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam.
“Dia dituntut satu tahun harus ditaruh di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Darul Aitam, Wajak."
"Ini yang tadi disampaikan oleh jaksanya,” kata Ketua Tim Pengacara ZA, Bhakti Reza Hidayat.
Bhakti menyampaikan, Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana yang didakwakan terhadap ZA tidak bisa dibuktikan.
Begitu juga dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Dalam pembacaan tuntutan itu, jaksa hendak membuktikan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Dalam dakwaan, ketiga pasal itu disebutkan secara berurutan dengan sistem subsider.
“Pasal 340 terkait dengan Pembunuhan Berencana, disampaikan jaksa tidak terbukti."
"Pasal 338 juga tidak terbukti dalam proses persidangan ini. Tapi, jaksa ingin membuktikan Pasal 351 Ayat 3 ini, penganiayaan yang menyebabkan kematian,” ujar dia.
Diketahui, kasus ZA berawal saat ia dengan teman dekatnya, V berada di area ladang tebu daerah Gondanglegi, Kabupaten Malang.
Mereka didatangi Misnan bersama teman-temannya.
Misnan hendak membegal ZA dan mengancam akan memperkosa teman dekat ZA.
Karena kondisinya yang terancam, ZA lantas mengambil pisau dan menusukkannya ke dada Misnan.
Teman-teman Misnan kabur dan Misnan ditemukan meninggal keesokan harinya di ladang tebu.