Bahayakan Nyawa Publik, Pemerintah Diminta Jangan Politisasi Sektor Transportasi
Bambang mempertanyakan fungsi pemerintah sebagai regulator, khususnya Kementerian Perhubungan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak mempolitisasi sektor transportasi, terutama penerbangan yang merupakan jasa angkutan berisiko sangat tinggi (high risk), karena membahayakan keselamatan nyawa publik.
Bambang Haryo Soekartono, anggota DPR RI periode 2014-2019, mengatakan politisasi transportasi oleh pemerintah selama ini, antara lain terlihat dari pemberhentian Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Ashkara beberapa waktu lalu.
“Garuda sebenarnya sudah dikelola dengan baik oleh Ari Ashkara sebab dia berhasil membuat Garuda untung Rp1,7 triliun per September 2019, setelah sebelumnya merugi hampir Rp5 triliun pada 2017-2018. Padahal kondisi penerbangan pada 2019 cukup berat karena terjadi penurunan demand,” katanya, Rabu (26/2/2020).
Baca: Pengembangan Berorientasi Transit Solusi Penyelesaian Masalah Transportasi dan Lingkungan
Dia menilai Ari telah mengelola perusahaan transportasi secara profesional sebab selama kepemimpinannya Garuda berhasil mencatatkan keuntungan.
"Manajemen Garuda saat dia pimpin sangat paham bahwa transportasi tidak boleh merugi untuk mendapatkan keuntungan secara wajar agar dapat menutupi biaya keselamatan dan kenyamanan,” ujarnya.
Menurut Bambang Haryo, kondisi pada 2019 setelah September telah terjadi penurunan standarisasi pelayanan transportasi udara akibat politisasi transportasi oleh Pemerintah yang mendesak tarif diturunkan.
Akibatnya, terjadi lagi pembiaran perang tarif oleh maskapai nasional dan pemberian insentif ke sektor penerbangan yang terlalu dipaksakan.
“Padahal penerbangan merupakan transportasi dengan mayoritas pengguna kalangan menengah ke atas,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah sangat kurang memperhatikan transportasi untuk kalangan menengah bawah yaitu angkutan laut dan angkutan darat bus dan truk, yang berkontribusi lebih dari 90% terhadap total angkutan logistik dan penumpang di Indonesia.
“Sektor maritim juga merupakan jargon pemerintahan Jokowi, tetapi kenapa justru sangat kurang diperhatikan oleh Pemerintah?” ungkapnya.
Pengguna jasa penerbangan dikhawatirkan selalu dibayangi ancaman keselamatan dan buruknya pelayanan apabila pemerintah membiarkan perang tarif yang mengakibatkan maskapai mengalami kerugian besar.
Apalagi kebutuhan operasional semakin tinggi, seperti biaya suku cadang akibat kenaikan nilai dolar AS hingga 60% sejak 2012 dan biaya lainnya.
Bambang Haryo mengatakan kondisi dunia penerbangan kesulitan akibat kebijakan Pemerintah.
Sebagai contoh, pesawat sering holding atau berputar-putar di udara sebelum mendarat dan antre sebelum terbang sehingga jadwal penerbangan menjadi lebih lama 30%-50%.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.