Batalkan Ibadah Haji, Menteri Agama Diminta Menghadap DPR
Menteri Agama Fachrul Razi diminta untuk segera menghadap Komisi VIII DPR terkait anggaran ibadah haji.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Sehingga, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah.
“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni."
"Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi."
"Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan."
"Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” terang Fachrul Razi.
Risiko jika Jemaah Berangkat
Menag mengungkapkan, akan timbul risiko yang lebih besar jika pemerintah tetap memberangkatkan jemaah haji.
"Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah."
"Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses," tegasnya.
Pembatalan tidak hanya untuk jemaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jemaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.
Baca: 31 Jemaah Tablig Asal Indonesia di India Dapat Putusan Bebas
Baca: Komisi VIII DPR Sesalkan Keputusan Menag Umumkan Pembatalan Haji Tanpa Ajak Rapat Terlebih Dulu
Dampak Pembatalan Haji 2020
Jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini, akan menjadi jemaah haji 1442 H/2021 M.
Setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442 H/2021 M,” ungkap Fachrul Razi.