Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polemik RUU HIP, SBY: Saya Simpan Pendapat Saya agar Politik Tak Semakin Panas

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan tanggapan terkait polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Polemik RUU HIP, SBY: Saya Simpan Pendapat Saya agar Politik Tak Semakin Panas
Tribunnews/Irwan Rismawan
Presiden Keenam RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menyampaikan pidato saat malam kontemplasi di kediamannya di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (9/9/2019). Malam Kontemplasi tersebut memperingati 18 tahun Partai Demokrat, 70 tahun Susilo Bambang Yudhoyono, dan 100 hari wafatnya Ibu Ani Yudhoyono. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Atas polemik yang terjadi, pemerintah akhirnya memutuskan meminta DPR menunda pembahasan RUU tersebut. 

Menteri Koordinator Bidang Polhukam, Mahfud MD, mengatakan telah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai pandangan mengenai RUU HIP.

Baca: Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan Sejak 29 Mei 2020 Minta RUU HIP Dibatalkan

Setelah mendengarkan pandangan dan berbicara dengan berbagai pihak, menurut Mahfud, Presiden memutuskan untuk menunda pembahasan RUU tersebut.

"Sesudah Presiden berbicara dengan banyak kalangan dan mempelajari isinya, maka pemerintah memutuskan untuk menunda atau meminta penundaan kepada DPR atas pembahasan rancangan undang-undang tersebut," kata Mahfud, Selasa (16/6/2020).

Presiden meminta kepada DPR untuk berdialog dan menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu sebelum membahas RUU yang menjadi polemik itu.

"Jadi pemerintah tidak mengirimkan Surpres, tidak mengirimkan surat presiden untuk pembahasan pembahasan itu," katanya.

Selain aspek Prosedural, presiden juga menyoroti maslah substansi RUU tersebut.

Baca: Piagam Djakarta Vs RUU HIP

Berita Rekomendasi

Presiden juga menyatakan Tap MPRS nomor 25 tahun 66 itu masih berlaku mengikat dan tidak perlu dipersoalkan lagi.

"Oleh sebab itu pemerintah tetap pada komitmen bahwa Tap MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang larangan komunisme, marxisme Itu merupakan satu produk hukum peraturan perundang undangan yang mengikat dan tidak bisa lagi dicabut oleh lembaga negara atau oleh undang-undang sekarang ini," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Daryono/Taufik Ismail)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas