Pengarusutamaan Pancasila Belum Maksimal
Profesor Tuan Guru Syaiful Rachman menilai permasalah tersebut karena pengarusutamaan Pancasila belum dilakukan secara maksimal.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Senada, Peneliti Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengatakan kurang lebih 20 tahun negara tidak hadir dalam pengarusutamaan Pancasila.
Baca: Pancasila Perekat Keberagaman dan Perdamaian Nusantara
Setelah TAP MPR nomor 2 tahun 1978 dicabut, konsekuensinya program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dihapus, dan Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dibubarkan.
"Setelah itu negara tidak hadir dalam penanaman nilai-nilai Pancasila," katanya.
Menurutnya harus ada lembaga yang kembali mengawal pengarusutamaan Pancasila tersebut sekarang ini.
Lembaga itu harus dibentuk undang-undang.
"Ini penting, kuat atau tidaknya pengarusutamaan dilihat dari payung hukum, karena kalau (dibentuk) melalu Keppres bisa dicabut kapan saja," katanya.
Menyesuaikan Zaman
Pembumian atau pengarusutamaan Pancasila harus mengikuti zaman agar berjalan dengan efektif.
Pembumian Pancasila harus mengikuti karakter masyarakat yang ada.
"Tentu setiap zaman, ada program yang mengikuti zaman itu. kalau generasi milenial maka tantangannya adalah digital sesuai dengan karakter dan platformnya," kata Profesor Tuan Guru Syaiful Rachman.
Sekarang ini menurutnya terdapat kurang lebih 120 juta generasi milenial atau yang berusia antara 15 sampai 35 tahun di Indonesia.
Karena itu, perlu disusun formulasi pengarusutamaan dan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada mereka melalui platform digital.
Baca: Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila Dapat Diwujudkan dalam Kedaulatan Pangan di Era Covid-19
Sementara itu Karyono Wibowo mengatakan tantangan pengarusutamaan atau pembumian Pancasila di era digital sekarang ini tidaklah mudah.
Mau tidak mau, penanaman nilai-nilai Pancasila ke depan harus menggunakan teknologi informasi berbasis digital.