Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD Sebut Pemerintah Tak Larang Aksi Unjuk Rasa, Sujiwo Tejo: Kalau Benar, Aku Nggak Nyesal

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah tidak melarang aksi unjuk rasa.

Editor: Rohmana Kurniandari
zoom-in Mahfud MD Sebut Pemerintah Tak Larang Aksi Unjuk Rasa, Sujiwo Tejo: Kalau Benar, Aku Nggak Nyesal
Tribunnews.com/Gita Irawan
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD ketika menyampaikan konferensi pers secara virtual pada Kamis (1/10/2020). 

"Itu di meja saya itu sudah ada naskah enam versi. Saya mulai dari yang di eksekutif dulu. Di eksekutif sendiri itu saya punya empat di meja saya," kata Mahfud saat wawancara dengan Karni Ilyas dalam tayangan bertajuk Karni Ilyas Club - "Sekarang Anda Bohong, Besok Dibongkar Orang" yang tayang perdana di kanal Youtube Karni Ilyas Club pada Minggu (18/10/2020).

Baca juga: Legislator PKS Ungkap Beberapa Titik Kelemahan dalam UU Cipta Kerja

Mahfud menjelaskan hal itu di antaranya karena pemerintah coba mengakomodir respon dari masyarakat terkait dengan isi dari UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Karena memang semula itu Undang-Undangnya kan, ya sembilan ratus sekian lah. 970 atau berapa. Sesudah beredar di masyarakat diprotes. Berubah, menjadi menebal. Diprotes lagi, berubah lagi. Sehingga yang versi pemerintah pun itu sudah beberapa kali karena diubah sebelum masuk ke DPR," kata Mahfud.

Setelah pemerintah mengirimkannya ke DPR, kata Mahfud, naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut juga sempat mengalami perubahan.

"Nah sesudah masuk ke DPR kan juga ada berubah, pasal 170 diubah, pasal ini diubah. Terus berubah terus tapi panjang," kata Mahfud.

Namun demikian ia mempertanyakan kebenaran kabar yang menyebut UU tersebut berubah isinya setelah DPR melakukan pengesahan di rapat paripurna.

Sejauh ini yang ia dengar adalah naskah tersebut hanya mengalami perubahan dari sisi teknis misalnya jenis huruf atau spasi.

Berita Rekomendasi

"Nah memang yang agak serius bagi saya, yang harus dijawab oleh DPR itu, sesudah palu diketok, itu apa benar sudah berubah, atau hanya soal teknis. Yang saya dengar itu tidak berubah. Jadi semula dicetak dengan font tertentu yang lebih besar, dengan spasi yang lebih besar menjadi 1.035. Tapi sesudah fontnya dikecilkan menjadi 812 halaman. Benar apa tidak, nanti kan bisa dicocokkan saja. Kan mestinya ada dokumen untuk mencocokkan itu," kata Mahfud.

Baca juga: Fraksi Demokrat Pertimbangkan Tempuh Jalur Legislative Review Ubah UU Cipta Kerja

Mahfud menambahkan jika isi naskah tersebut mengalami perubahan setelah disahkan oleh DPR dalam rapat Paripurna maka naskah UU tersebut menjadi cacat formal.

Lebih jauh, jika naskah UU tersebut mengalami cacat formal maka Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan UU tersebut.

Sebagai Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud pun menceritakan pengalamannya ketika itu pernah membatalkan seluruh Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

Waktu itu, kata Mahfud, UU tersebut hanya diuji tiga pasal.

Namun karena formalitasnya salah dan bertentangan dengan konstitusi maka UU tersebut dibatalkan seluruhnya.

"Nah kalau terpaksa juga itu misalnya benar terjadi itu, kan berarti cacat formal. Kalau cacat formal, itu Mahkamah Konstitusi bisa membatalkan," kata Mahfud.

Oleh sebab itu, menurutnya penting bagi DPR untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi pada naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut setelah disahkan.

"Oleh sebab itu, ini DPR yang haeus menjelaskan itu. DPR yang harus menjelaskan sesudah ketok palu itu apa yang terjadi. Itu kan sudah di luar pemerintah," kata Mahfud.

Sumber: Tribun Ternate
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas