Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PA 212: Jika Tidak Mau Dituduh PKI, Mega dan PDIP Harus Jelas Pembelaannya Terhadap Sila Pertama

Menurut Novel, jika tidak ingin dituduh PKI maka Megawati dan PDIP harus menunjukkan penolakan terhadap paham komunisme.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in PA 212: Jika Tidak Mau Dituduh PKI, Mega dan PDIP Harus Jelas Pembelaannya Terhadap Sila Pertama
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Novel Bamukmin di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/11/2018). 

"Kita mesti jangan jadi kuper, buka diri ke dunia. Anak muda kita aduh, saya bilang sama presiden, jangan dimanja. Generasi kita generasi milenial. Saya mau tanya hari ini apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi seperti kita bisa viral," imbuhnya.

Namun ironisnya, kata dia, saat ini Indonesia justru masih berkutat dengan isu-isu tak benar yang sengaja diviralkan. Dia mencontohkan tuduhan bahwa dirinya, PDIP, hingga Presiden Joko Widodo adalah PKI.

Baca juga: Dituding PKI, Megawati: Jelek-jelek Begini Saya Manusia Unik Lho di Republik Ini

Megawati beralasan ayahnya yakni Bung Karno adalah pendiri republik. Begitupun ibunya, Fatmawati, juga pahlawan nasional. Megawati sendiri tiga periode menjadi anggota DPR, pernah menjadi wakil presiden dan presiden.

Dia juga mengatakan telah menerima berbagai penghargaan, termasuk gelar doktor kehormatan dari berbagai kampus dalam negeri maupun luar negeri. Menurutnya, tak mungkin dirinya bisa mencapai itu semua jika merupakan anggota PKI.

"Maksud saya tidak untuk sama sekali untuk menyombongkan diri. Tapi ini fakta pengalaman hidup, ngapain orang zaman gini masih ngomongin PKI? PKI buktikan dong. ada aturannya jangan hanya untuk membohongi rakyat," kata Megawati.

"Lama-lama saya kesal. Saya nanya acara ini bisa viral apa tidak? Viral oke. Saya yang ngomong ini, nanti kalian lihat kalau saya di bully, lawan. Masa presiden kelima RI dibilang PKI? Terus Pak Jokowi, pilihan rakyat langsung lho. Kecuali presiden tidak langsung, ada kemungkinan. Ini rakyat langsung lho, dua kali, kita pengusungnya, mau lagi dibilang katanya turunan bapak ibunya tak jelas. Bayangkan presiden RI (dibegitukan, red)," ungkapnya lagi.

Baca juga: Soal Halte Transjakarta Dibakar Saat Demo UU Cipta Kerja, Megawati: Enak Saja, Emangnya Duit Lo ?

Presiden RI ke-5 itu juga menyinggung aksi demonstrasi yang belakangan sangat marak. Menurutnya, aturan hukum membolehkan demonstrasi karena pasca reformasi 1998 setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia masuk ke dalam alam demokrasi. Namun ditegaskannya, demonstrasi bukan berarti boleh melakukan aksi perusakan fasilitas publik.

BERITA REKOMENDASI

"Kurang apa saya bilang pada mereka yang mau demo-demo, ngapain sih kamu demo-demo. Kalau tak cocok, pergi ke DPR. Di sana ada yang namanya rapat dengar pendapat. Itu terbuka bagi aspirasi," kata Megawati.

"Masya Allah, susah-susah bikin halte-halte Transjakarta, enak aja dibakar, emangnya duit lo? Ditangkap tak mau, gimana ya. Aku sih pikir lucu banget nih Republik Indonesia sekarang," tambahnya.

Megawati lalu bertanya kepada Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat, yang berada dibelakangnya seputar biaya untuk membangun sebuah halte. Djarot menjawab biayanya sekitar Rp3 miliar. Mengetahui itu, Megawati mengatakan biayanya saat ini kemungkinan lebih besar karena pengaruh inflasi.

"Kalau ibu-ibu, patokannya harga emas gitu. Mana mungkin lagi sekarang kalau mau dibenerin itu Rp 3 Miliar cukup? Coba bayangkan. Itu rakyat siapa ya? Itu yang namanya anak-anak muda, saya ngomong gini itu dalam Sumpah Pemuda loh," kata Megawati.

Megawati pun membandingkan bahwa pemuda zaman dahulu berani membuat sumpah untuk bersatu memperjuangkan negara. Mirisnya, Megawati tak melihat hal tersebut pada diri pemuda saat ini.


"Ya bayangin jaman dulu kok bisa ya pemuda, karena tertekan, karena belum merdeka, dia sampai berani bikin sumpah. Ayo kalau kalian hari ini bisa bikin sumpah kayak begitu. Saya suka terkagum-kagum kok. Waduh pikirannya jaman dulu loh, sampai boleh bersatu bikin sumpah. Eh jaman penjajahan, mereka ditangkep lah. Nah sekarang ini sudah merdeka, dirusak sendiri. Gimana ya?" kata dia.

"Kalau banyak yang mau jadi presiden, silahkan. Itu adalah hakmu. Tetapi ingat kamu hidup di sebuah negara yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sabar saja lah, ntar juga datang 2024, kita tanding lagi. Coba bayangkan sampai saya mikir mau jadi apa ini orang Indonesia, sudah lupa yang namanya sejarah," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas